Gay di pondok pesantren (Kisah
seorang santri gay)
malam
ini berwarna ungu kegelapan,namun jika di banding percakapan saya sama teman
saya tadi sore tentang masalah yang menimpa dalam jiwanya kegelapan malam ini
tidak ada apa apanya pasalnya point perbincanganya tentang homo sexual di
pondok yang di tempatinya ia merasa terjatuh dalam rimba gay yang
semakin tahun terus semakin jadi ia pun curhat sama saya tentang pengalaman
hitamnya begini: gimana aku ini kak..semakin aku balik pada pondok semakin aku
menjadi rasa homoku..!
Saya pun
tersenyum sambil mendengar percakapannya.. aku thu merasa sudah suka sama
lelaki ganteng katanya santri dari jawa "amrod"[istilah untuk lelaki yang punya tampan seperti
wanita]/bisa dibilang meril dan aku sangat cemburu jika ia di perlakukan oleh
anak lain..,saya hanya terdiam dan terus mendengarkan pembicaraannya. terus ia
minta solusi pada saya,”Gimana ya kak cara menghilangkan rasa sukaku pada teman
lekaki.??”
“Oh
mungkin kamu perlu fokus kepada semua pelajaran mau di pondok.&juga urusi
dirimu,serta jangan melihat temanmu yang ganteng ganteng.”
“Tapi
kak aku thu sudah terlanjur suka,dan tidak konsen pada pelajaran karna
dia,wajahnya thu putih bersih,bibirnya itu kak merah,..zztt.! begini kak aku
kan habis sholat isya' saatnya musyawaroh..sudah ada niat baca kitab dari kamar
eh gak taunya sesapai di langger{musholla}malah kepikiran dia..
”
aku thu
kak pernah menciumnya,yah layaknya mencium sesama wanita,begitu mesra suka sama
suka
pernah kak pahanya itu di taruh di atas pahaku wah
langsung penisku berdiri namun aku berpura pura kebelet pipis,
lalu saya tanya,”Temen kamu itu mau sekamar dengan kamu?? “
Dia
menjawab “Tidak kak,ia tidak sekamar dengan ku tapi bila tidur ia selalu di
musholla bersamaku kak, sambil ku awasi takut ada Boser
[istilah tukang sodomi] / sering di
bilang juga warok
ialah tukang kentis=sodomi pasalnya ia sering
di berlakukan kekerasan yang berupa kentis dari teman teman kamarnya
dan aku ngerasa tidak terima dan cemburu
“Tetapi kan musti ada juga di pondok mau yang tidak homo?!!” Tanya saya, ada sih ada tapi terkadang kesukaannya tidak di tampakkan,mereka yang bisa menahan syahwatnya kak. kata kiaiku kak bila ada seorang santri yang tidak suka pada sesama jenisnya akan ku gurui dia (akan di jadikan guru)!!
sekian
Ini tambahan dari Lattong
Kebanyakan pondok pesantren amat
ketat membatasi pergaulan antara lawan jenis. Kedekatan antara lelaki dan
perempuan yang bukan muhrimnya dianggap tabu. Pondok Pesantern An-Naqiyah di
Sumenep tidak terkecuali.
Menurut Iskandar, mereka
memisahkan setiap santri laki-laki dengan santri perempuan di dalam
pondokannya, bahkan para santri laki-laki tidak diperbolehkan sembarangan untuk
memasuki wilayah nyai-nyai atau putri para kiai. Kamar-kamar di bagi para
santri di pondokan ini lebih ditetapkan sesuai dengan keinginan santri. Tapi,
pada umumnya santri paling seniorlah yang menjadi ketua kamar tersebut. Setiap
kamar yang berukuran sekitar 5 kali 5 meter, dijejali 20 hingga 30 orang. Jadi,
kamar itu fungsinya amat terbatas: hanya untuk beristirahat, menyimpan barang,
atau berganti pakaian.
Kegiatan lainnya seperti belajar
dan tidur biasa dilakukan di depan kamar masing-masing atau di beranda masjid.
Kamar mandi yang juga amat terbatas, membuat para santri mempunyai kebiasaan
untuk mandi bertelanjang bersama-sama. Di sinilah keakraban sesama pria semakin
menemukan lahannya. Obrolan, gurauan dan diskusi terbuka tentang hasrat seksual
para santri bukanlah hal yang aneh. Lewat observasi, wawancara, atau percakapan
sehari-hari dengan para penghuni pondok ini, Iskandar menyimpulkan bahwa ada
tiga pola relasi homoseksual di antara para santri di pondok pesantren
An-Naqiyah.
Pertama: relasi dengan ikatan,
kedua: relasi tanpa ikatan, dan terakhir: relasi seksual untuk kenikmatan.
Keterusan yang di atas!lol Pola relasi homoseksual dengan ikatan biasanya
melibatkan santri senior dengan santri yang baru saja mendaftar. Ketika baru
masuk, beberapa pendaftar yang muda (berumur 12-13 tahun), telah diincar oleh
santri yunior yang menerimanya. Seringkali di saat pendaftaran itu, terjadilah
kesepakatan di antara kedua santri tersebut. Biasanya kedua santri tersebut
akan menempati kamar yang sama, karena kesepakatan di antara mereka untuk
saling membantu, saling menjaga, dan saling memberi, dan saling mengasihi.
Santri senior dalam hal ini adalah ketua kamar yang disegani oleh penghuni
kamar yang lain, sehingga tidak ada santri-santri penghuni kamar lain yang
berani melawannya. Dalam kesehariannya kedua santri tersebut akan bersama,
saling bergandengan ke manapun mereka pergi. Dalam hubungan ini juga terdapat
sistem kekuasaan yang tidak setara, yaitu santri senior bertindak sebagai suami
yang konvensional: ialah yang menjaga, membimbing, memberi petuah, dan
terkadang juga harus memberi nafkah. Sedangkan santri yunior tersebut berlaku
sebagai sosok istri yang menurut terhadapsuami, bersedia menemani dan melayani
suami kapanpun dan di manapun, serta memasak untuknya.Biasanya hubungan ini
dilakukan di kamar yang mereka tempati. Karena di kamar tersebut santri senior
menjadi ketua kamar, jadi ia mempunyai lebih banyak hak dari yang lain. Dalam
pola ini biasanya pasangan tersebut hanya saling memeluk, mencium, meskipun
tidak menutup kemungkinan lebih jauh. Dari wawancara Iskandar dengan seorang
santri senior, bahkan juga terjadi gesek-gesek alat kelamin ke paha atau bahkan
ke ketiak pasangannya. Pola ini juga tidak menutup kemungkinan terjadinya
hubungan dengan penetrasi anus. Begitu umumnya hubungan homoseksual ini di
pesantren An-Naqiyah, sehingga para santri di pondok itu terkadang mengejek
mereka yang tidak mempunyai pasangan atau yang tidak melakukan hubungan
homoseksual dengan santri lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar