Nancy menggeliat saat mendengar pintu kostnya diketuk.
Namun karena masih mengantuk, apalagi semalam dia harus lembur mengerjakan
pekerjaan kantor membuat Nancy mengacuhkan ketokan pintu tersebut. Awalnya
Nancy tidak terganggu, namun semakin lama ketokan tersebut semakin meningkat
intensitasnya dan sekarang sudah berubah menjadi gedoran. Oh My God, what the
heel?!
Dengan sedikit emosi Nancy turun dari ranjang dan
membuka pintu kostnya. Awalnya Nancy ingin marah, tapi rupanya sang tamu lebih
dulu mengungkapkan kemarahannya sebelum Nancy.
“lu nyuruh gua jemput jam 8!! Dan sekarang tampang lu
berantakan!! Gua yakin banget lu belum mandi, gua ada kuliah jam 9 Nan!!”,
Nancy melongo saat sadar bahwa dia meminta Satria untuk menjemputnya jam 8. Ya
Tuhan, gua lupa!! Nancy menjerit dalam hati dan memberi Satria cengengesan tak
berdosa.
“masuk dulu Sat, gua mandi dulu? Okay baby? Wait a
minute ya? Gua cepet kok”, Nancy berusaha untuk tidak menggubris tatapan Satria
yang menohok mata. Lalu dengan gedebak gedebuk Nancy memulai acara mandinya.
Satria juga terpaksa mengeraskan volume mp3nya saat Nancy mulai bersenandung di
dalam kamar mandi. Untuk urusan menyanyi memang Nancy jagonya. Jago sekali
merusak lirik dan nada lagu. 5 menit kemudian Nancy sudah nongol dengan seragam
kerjanya.
“cepet amat lu mandi”, Satria sedikit mengerutkan
keningnya. 5 menit? Cewek mandi 5 menit? Apa iya bisa disebut cewek? Satria
saja menghabiskan sekurang kurangnya 15 menit di dalam kamar mandi.
“mandi? Kaga sempet kali gua. Masih ada hal penting
yang harus gua lakukan di depan!!Jadi gua cuman cuci muka sama semprot parfum
tadi”, kali ini kerutan kening Satria semakin dalam.
“buruan!!, ntar gua kaga sempet sarapan!! Mampir di
warung depan ya?”, Satria melangkahkan kakinya keluar dari kost kostannya
Nancy. Ternyata, sarapan lebih penting bagi Nancy. Salut!! Anak cewek yang luar
biasa. Satria agak menatap ragu ke arah warung yang ditunjuk Nancy saat
melintas tadi.
“lu yakin mau makan disini?”, tanya Satria sekali
lagi. Sudah 3 kali Satria mengajukan pertanyaan yang sama.
“iya, kenapa sih? Murah tahu!!”, jawaban yang sama
yang keluar dari mulut Nancy juga untuk ketiga kalinya.
“buruan gih menepi, gua uda laper banget!! Cepetan
ntar gua telat lagi!!”, sambung Nancy.
“iye bawel!! Lu sendiri yang bangun kesiangan, gua
kena imbasnya!! Uda syukur lu gua jemput”
Nancy memberikan senyum termanisnya lalu turun dari
mobil padahal mobil Satria belum benar benar menepi. Dengan berlari lari kecil
Nancy masuk kedalam warung tersebut. Satria hanya geleng geleng kepala, lalu
mengikuti Nancy yang sudah lebih dulu masuk kedalam warung.
“makan kaga lu?”, tawar Nancy. Satria melihat seluruh
warung tersebut dengan mimik mengerikan lalu menggeleng.
“gua uda sarapan tadi di rumah. Lu aja yang makan”,
Nancy tersenyum sebentar lalu segera memesan soto ayam plus es teh.
“eh nyet, hubungan lu ma Afif gimana?”, Nancy bertanya
di tengah tengah mulutnya yang sedang mengunyah makanannya.
“hha? Maksut lu?”, Satria ganti bertanya.
“uda ML?”, pertanyaan Nancy barusan sukses membuat
mata Satria melotot.
“gila!!”
“tapi memang seharusnya begitu kan? Kalian kan kaga
ada resiko hamil, masa uda 3 bulan pacaran belom pernah ML?”, Nancy sepertinya
benar benar penasaran. Tapi pertanyaan Nancy barusan sedikit menyadarkan
Satria, selama 3 bulan masa pacarannya Afif belom pernah melakukan hal lebih
selain ciuman. Itupun ciuman kilat yang tidak bisa disebut ciuman. Bukannya
Satria merasa tidak bahagia, hanya saja kini ia merasa janggal sendiri.
“jangan jangan Afif kaga nafsu kali sama lu”, Satria
sedikit tersentak mendengar perkataan Nancy.
“serius? Emang Afif pernah cerita ke lu?”
“eh? Apa? Gua Cuma bercanda kali Sat!! Mana mungkin
lah Afif anggurin lu? Iya kan?”, Satria hanya mampu tersenyum tipis. Namun
benaknya kini dihantui oleh sesuatu. Afif kaga nafsu sama gua? Masa sih?
Beberapa kali Satria mencoba mengingat moment moment saat dirinya dan Afif
sedang berduaan.Tak pernah sekalipun Afif terlihat mengajak Satria ‘ehm ehm’,
padahal kalau di ingat ingat banyak sekali kesempatannya. Apa iya gua kaga
nafsuin? Atau jangan jangan Afif nafsunya masih sama wanita? Ya Tuhan!! Masa
gua bakal jadi perjaka tua? Sementara Satria sedang galau, Nancy masih dengan
santai menyantap sarapannya. Tidak sadar bahwa pertanyaan pertanyaan ringannya
membuat sahabatnya galau. Setelah
prosesi sarapan yang sangat dihayati oleh Nancy, mereka kembali menuju
mobil.
“bisa kaga sih kalo lu kaga dandan?”, Satria mengeluarkan pertanyaannya saat
melihat Nancy yang sedang sibuk mengoleskan lip balm pada bibirnya. Padahal
Satria melajukan mobilnya lumayan kencang.
“gua kan cewek Sat”, jawab Nancy sambil mengoleskan
blush on. Tangan kiri Nancy sibuk mengarahkan kacanya ke segala penjuru
wajahnya.
“tapi kaga perlu dandan kayak gitu juga kali. Kayak
selebritis aja lu!!”
“gua itu cewek!! Jadi wajib banget buat tampil
cantik!!”, Satria hanya menggeleng gelengkan kepalanya. 2 bulan terakhir ini
Nancy hobi sekali dandan. Bahkan ikut kursus di salon. Gila, umur Nancy mungkin
mempengaruhi. Maklum, Nancy sudah menuju 28 tapi belom mendapatkan tambatan
hati.
“tapi kaga perlu pakai bedak 5 kilo gitu juga kali.
Asli!!, kayak pakai topeng lu!!”
“lu rempong deh Sat!! Kan gua yang dandan.”
“hhhh”, Satria hanya bisa menghembuskan nafas
perlahan.
“lu frustasi banget ya kaga bisa dapetin gua?”, Nancy
yang sedang asyik mempertebal maskaranya langsung menoleh ke arah Satria begitu
mendengar kata kata Satria barusan.
“guk guk guk!! Sialan lu!!”, hmm. Jawaban Nancy ini
ngambang. Tidak mengiyakan juga tidak menyangkal. Untuk beberapa saat mereka
hanya terdiam. Nancy masih sibuk dandan, sedangkan Satria fokus pada jalan.
“gua turunin lu di pertigaan aja ya? Gua ada kuliah ni
soalnya. Buru buru banget”, Nancy hanya mengangguk sambil memastikan bahwa
penampilannya sudah maksimal. Siapa tau nanti ada klien yang tertarik? No
bodies who know.
“thanks Sat”, kata Nancy sambil turun dari mobil
Satria.
“yo, salam tu buat bos lu. Kenapa sih lu kaga kawin
aja sama dia?”, ucapan Satria barusan langsung mendapatkan makian.
“brengsek lu!! Udah bangkotan gitu!! Oh ya, salam juga
ya buat suami lu!! Bilang gua kangen gitu”, Satria hanya tersenyum tipis.
Jangankan Nancy, Satria saja sudah 2 minggu tidak bertemu Afif. Sibuk sekali
pacar Satria ini. Berangkat pagi dan pulang malam. Satria menghembuskan
nafasnya perlahan, sekarang Afif sudah gua dapetin. Tapi rasanya sama sekali
tidak ada perubahan. Bener kaga sih apa yang gua lakuin? Satria tak henti
hentinya bertanya tanya di dalam hatinya, apakah Afif benar benar
menyayanginya? Atau hanya atas nama persahabatan? Sial!! Gua bisa telat ngampus
ni!!
***
Nancy menghempaskan pantatnya tepat saat Suryo, bosnya
mendatangi mejanya. Sebisa mungkin Nancy memamerkan senyum termanisnya. Siapa
tahu sang bos lupa kalau Nancy tadi telat 5 menit.
“semua bahan buat meeting sudah siap kan?”, sang bos
bertanya dengan pandangan tajam. Seolah olah berkata
punya-karyawan-kok-telat-mulu.
“sudah pak”
“bagus, jam 10 kita mulai”, Nancy hanya mengangguk
menanggapi ucapan bosnya tadi. Sebenarnya sih, Nancy ingin sekali melempar vas
bunga yang ada di mejanya tepat di kepala botak Suryo. Itu bos songong banget.
Sambil merapikan mejanya, Nancy mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Mencari
nama Afif di kontaknya lalu mengsms teman baiknya itu.
‘lom pernah ML sm Satria kn?’
10 menit berlalu tidak dibalas. Padahal sumpah! Nancy
penasaran gila. 3 bulan terakhir ini Nancy sibuk mensearching segala informasi
tentang gay. Bukan apa apa, namun jika boleh jujur Nancy masih mengharapkan
cinta Satria. Dan jika boleh jujur lagi, Nancy merasa sedikit senang saat
merasakan bahwa hubungan Satria dan Afif belum sampai tahap yang
mengerikan-menurut Nancy- itu. Aduh, sahabat macam apa ya gua? Bukannya dulu
gua yang mendukung mereka? Nancy begitu sibuk bertanya tanya dalam hatinya saat
handphonenya berbunyi.
‘gk pnting’
Cuma segitu balasan dari Afif. Buset dah. Nancy segera
mempersiapkan bahan bahan yang semalam suntuk dia kerjakan. Salah satu alasan
juga kenapa Nancy bangun kesiangan tadi pagi.
“Nan, disuruh keruangannya Pak Suryo tu”. Lanny, si
mak lampir perawan tua yang selalu sadis terhadap junior berkata pada Nancy
sambil tersenyum sinis. Nancy mengabaikannya dan langsung menuju ruangan Pak
Suryo. Begitu masuk, sudah ada Pak Suryo, Pak Yoppie, Pak Asep dan lainnya.
Kalau diperkenalkan satu satu takutnya ntar penulis lupa namanya. Kan berabe
tu.
“ayo duduk disini Nan”, Pak Suryo menawarinya untuk
duduk disisinya (ganti, disampingnya saja. Kalau disisinya kesannya kok seram
ya?). Nancy memutar kedua bola matanya sambil tersenyum tipis lalu duduk
disamping Pak Suryo. Setahu Nancy nanti bakal kedatangan tamu dari kantor
pusat. Tapi sepertinya batang hidung mereka belum tampak. Seperti biasa,
semakin tinggi jabatan seseorang berbanding lurus dengan intensitas
keterlambatan seseorang tersebut. Baru setelah 15 menit berlalu dari jam yang
dijanjikan, yaitu jam 10 mereka-orang orang dari kantor pusat- datang. Mereka
mengenalkan diri secara singkat sambil berjabat tangan, dan Nancy lumayan
tergetar saat tangannya berjabat tangan dengan seorang pria-kira kira 30
tahunan-berkepala plontos.
“Adrian”, Nancy sukses meleleh. Suaranya seksi gila.
Ya Tuhan, ini sih nilainya lebih tinggi dari Satria. Okay, secara tampang
Adrian masih dibawah Satria. Tapi secara sikap, Satria jelas bukan tandingan
Adrian.
“Nancy”, ucap Nancy lembut. Sepanjang meeting, Nancy
selalu curi curi pandang ke arah Adrian. Begitu juga sebaliknya. Ingin rasanya
Nancy bercerita pada Satria atau Afif bahwa sekarang dirinya benar benar sudah
terbebas dari jerat panah cinta Satria. Dengan catatan jika Adrian masih jomblo
dan mau menjadi pacarnya Nancy. Oh bukan, Nancy tidak butuh pacar. Namun, yang
Nancy butuhkan sekarang adalah calon suami.
Pada waktu jam pulang, Nancy sudah tidak sabar untuk
bercerita pada kedua sahabatnya. Nancy segera mengambil ponsel didalam tasnya
dan menghubungi no. Satria.
“heh Nyet!! Lu dimana?”, sembur Nancy begitu
panggilannya dijawab Satria pada panggilan ketiga.
“dirumah Afif, kenapa lu? Ayan?”
“sial lu. Lagi happy ni gua!”
“ya udah, bawa makanan kalau lu mau kesini”
“siap!!”, kata Nancy sambil mematikan sambungan
teleponnya.
***
“dari siapa?”, Afif bertanya saat Satria sudah
menyelesaikan panggilannya.
“Nancy. Dia mau kesini sebentar lagi”, Satria menjawab
dengan sedikit ketus. Bukannya Satria tidak senang mereka bertiga bisa
berkumpul lagi setelah 2 minggu. Tapi, untuk saat ini Satria benar benar ingin
berduaan saja dengan Afif. Salahkah? Namun sepertinya Afif tidak menginginkan
hal yang sama.
“waduh, mesti masak ni”, Afif berkata sambil bangkit
dari tempat duduk. Niatnya sih pengen pergi ke dapur, namun tangan Satria
menarik Afif untuk duduk lagi.
“kaga usah yank, Nancy bakal bawa makanan banyak kok”,
kata Satria sambil merebahkan kepalanya di bahu Afif. Dalam hati, Satria
bertekad bahwa kalau bukan dirinya yang agresif maka mimpi bahwa dirinya akan
menjadi perjaka tua akan kejadian. Beuh, jangan sampai deh. Amit amit. Tangan
Afif membelai kepala Satria dengan lembut. Waktu untuk mereka berduaan seperti
ini memang jarang sekali ada.
“manja banget hari ini”, Afif membelai pipi Satria
dengan jari jarinya. Walaupun di dalam hatinya masih merasa ganjil dengan
hubungannya bersama Satria, tetapi Afif tidak ingin menunjukkannya didepan
Satria. Sebisa mungkin Afif berusaha untuk terlihat nyaman bersama Satria.
“hmm”, Satria hanya mengguman kecil. Tangannya dengan
gaya santai membelai perut Afif. Jujur dan tidak bisa dipungkiri bahwa Afif
merasa gairahnya tergugah dengan belaian tangan Satria di perutnya.Terbukti
dari kejantanannya yang perlahan lahan mulai menunjukkan kekuatannya. Namun
hati kecilnya mengusiknya, apakah yang dia lakukan bersama Satria ini adalah
benar? Apakah, Afif benar benar menyayangi Satria seperti Satria menyayanginya?
Atau hanya sebuah ilusi atas nama persahabatan? Perdebatan didalam hatinya
membuat Afif diam tak bergerak.Takut untuk menanggapi pancingan pancingan yang
sedang Satria luncurkan.
Satria benar benar tidak mengerti mengapa kekasihnya
tetap diam tidak bergeming. Padahal Satria tahu gairah Afif sudah berkobar.
Lalu mengapa Afif masih belum juga balik menyerangnya? Ditengah tengah
kegalauan mereka berdua masing masing, Nancy muncul. Afif menghembuskan nafas
lega, setidaknya Satria akan sedikit bersikap sopan dengan tidak mengusik
gairahnya seperti tadi. Sedangkan Satria hanya mengerucutkan bibirnya.
Menganggap bahwa Nancy adalah pengganggu. Seperti hama yang menjadi musuh
petani. Seperti itulah perasaan Satria terhadap Nancy saat ini.
Dengan cengiran kudanya, Nancy segera duduk didepan
Afif dan Satria. Menaruh barang bawaannya dan segera mengajukan pertanyaan yang
lebih patut diajukan kepada pasangan yang baru menikah.
“so, apa gua mengganggu aktivitas kalian?”. Afif
terbatuk, sedangkan Satria hanya memutar kedua bola matanya.
“gak kok, kan kita uda lama kaga ngumpul bertiga. Iya
kan Sat?”, pertanyaan dari Afif barusan sukses membuat Satria semakin dongkol.
“he e”, jawab Satria singkat. Sementara itu Nancy yang
sudah hapal luar kepala sifat Satria langsung tertawa ngakak.
“sorry deh Sat. Gitu aja ngambek”, Afif sedikit
mengkerutkan keningnya. Tidak mengerti apa maksut dari perkataan Nancy barusan.
Satria ngambek? Kenapa? Perasaan Satria biasa saja kok. Satria kembali mengkerucutkan
bibirnya dengan gaya lucu yang membuat Afif gemas. Sambil pura pura masih
ngambek, Satria membuka bungkusan yang tadi dibawa oleh Nancy. Satria langsung
melongo.
“kok?”, kening Satria langsung mengkerut.
“hhehehe, ini kan akhir bulan Sat. hhehehehe”, seperti
biasa, Nancy hanya memberikan cengengesan tidak berdosanya.
“mana kenyang nih kalau kayak gini!!”, Satria mulai
ngedumel.
“gua masak aja”, Afif segera menuju dapur.
“aku bantuin yank?”, Afif segera melotot menanggapi
tawaran Satria barusan. Afif masih waras dan masih ingin dapurnya baik baik
saja.
“gak Sat, thanks”, kata Afif sambil lalu.
“hhahahaha, dikacangin ni ye”, Nancy langsung berkoar
begitu Afif sudah berlalu. Namun tetap saja, suara Nancy yang seperti toa masih
bisa didengar Afif yang berada di dapur. Afif hanya bisa tersenyum sendiri di
dapur, sedangkan Satria langsung melotot.
“heh, lu kenapa sih happy banget?”, Satria berusaha
mengalihkan suasana hatinya.
“gua baru aja ketemu cowok cakep tau!!”, Satria
sejenak melongo lalu langsung tertawa ngakak.
“tiap hari lu juga ketemu cowok cakep kali. Ni yang
lagi didepan lu”, Nancy mengibas ngibaskan tangannya begitu mendengar perkataan
Satria barusan.
“yang ini beda tau Sat. Begitu ketemu tu gua kayak ada
gimana gitu”, Nancy berapi api sambil sesekali mengambil kentang goreng yang
tadi dibawanya dan mengunyahnya. Dengan berapi api juga.
“trus lu uda ngobrol sama dia?”, Nancy menggeleng.
“Cuma sempat kenalan doank”
“dia jomblo?”, Nancy kembali menggeleng.
“gua kaga tau”
“udah ada pemikiran buat langkah selanjutnya belom?”,
sekali lagi Nancy menggeleng.
“gua cuman tau namanya doank”. Kali ini Satria yang
geleng geleng kepala.
“dan lu langsung bisa membuat kesimpulan kalau lu
jatuh cinta sama dia?”, tanya Satria heran
“lu kaga usah sok gitu Nyet!! Lu dulu juga jatuh cinta
pada pandangan pertama kan sama Afif? Hha?”, Nancy tidak terima jika rasa yang
sedang membuncah di dadanya ini diremehkan oleh Satria.
“sstt!! Berisik lu!! Tengsin gua kalau Afif tau!!”,
tapi tetap saja Afif bisa mendengar percakapan mereka berdua. Lha wong mereka
curhat tapi seperti ngomong di lapangan.
“trus siapa nama tu cowok?”, Satria kembali bertanya
sambil tangannya mengambil kentang goreng yang dibawa Nancy.
“Adrian, seksi kan?”, lagi lagi Satria harus memutar
otaknya. Adrian? Seksi? Darimananya? Orang Cuma nama doang bisa disebut seksi
gitu? Nancy sarap parah nih.
“emang ciri ciri dia gimana?”, tanya Satria sambil
tangannya sibuk mencari cari kentang goreng yang masih tersisa di dalam kantong
plastik. Mendapati tangannya membawa hasil kosong, Satria langsung menurunkan
pandangannya pada kantong plastik tempat kentang goreng tadi diletakkan.
“kok abis?”, Nancy cengengesan menanggapi pertanyaan
Satria barusan.
“hhehehe, dia itu ganteng. Matanya tajam, hidungnya
macung. Badannya oke punya. Pokoknya seksi dah!!”, perhatian Satria sepertinya
belom teralihkan dari kentang goreng yang telah dihabiskan Nancy tadi walaupun Nancy sudah sangat bergairah
menjelaskan sosok Adrian.
“lu bawa sendiri, dihabisin sendiri. By the way, lu
tadi nyritain gua ya?”
“monyet lu!! Gua nyritain Adrian tau!!”.
Afif nongol di ruang tengah tepat saat Nancy sedang
menjitakki kepala Satria.
“makan malam?”, Nancy segera menghentikan aksinya
menjitakki kepala Satria begitu mendengar tawaran Afif.
“siap!”, kata Nancy langsung berlalu ke ruang makan.
Afif tersenyum ringan memandang tingkah laku Nancy kemudian mengalihkan
pandangannya pada Satria yang masih duduk manis di sofa.
“kaga laper?”, Satria melengos. Tahu bahwa kekasihnya
ini sepertinya sedang merajuk, Afif menghampiri Satria.
“kenapa dek Iya?”, Satria langsung tersenyum saat Afif
memanggilnya dengan panggilan kesayangannya.
“pengen kentang goreng yank”, Afif sukses tersenyum.
Memandangi Satria sebentar lalu mencium pipi lelaki yang sudah dipacarinya
selama 3 bulan ini.
“aku masak ayam goreng”
Belum sempat Satria menjawab, sudah terdengar raungan
Nancy dari ruang makan, “kalian mau makan kaga? Kalau kaga gua habisin
ni!!”.Tanpa ba bi bu, Satria langsung bangkit dari tempat duduknya.
“jangan sentuh ayam gua!!”, teriak Satria tidak kalah
kenceng.
***
Atas saran Nancy, Satria menginap di rumah Afif. Kata
Nancy tadi, ini adalah malam yang tepat untuk melepas keperjakaan Satria. Dan
Satria memang sudah mempersiapakan segalanya dengan sangat detail. Mengenakan
celana dalam seksi yang rencananya akan
Satria pertontonkan hanya untuk Afif. Kalian tau celana dalam yang hanya
menutupi kemaluan kalian namun pantat kalian terekspos untuk segera digarap?
Itulah jenis celana dalam yang sekarang dikenakan oleh Satria. Meskipun Satria
merasa kurang nyaman, karena beberapa kali seperti ada yang menyelip di antara
belahan pantatnya tapi Satria rela. Demi Afif.
Afif sedang mengganti bajunya, seperti biasa tanpa
malu malu didepan Satria. Haduh, kalau seperti ini ceritanya Satria bisa kalah
sebelum berperang nih. Masa sudah terangsang duluan? Bukannya tujuannya ingin
membuat Afif terangsang? Bodoh!! Dengan gaya PD, walaupun sebenarnya grogi
minta ampun Satria melepas kaos yang dipakainya. Banyak teman teman sekampusnya
yang iri dengan bentuk tubuh Satria yang ideal dan proposional. Otot otot yang
ada sangat pas dan proposional. Namun malam ini Satria seperti kehilangan
kepercayaan dirinya saat didepan Afif. Setelah menata dan memantabkan hatinya
kembali, Satria melepas celana jeansnya. Sekarang terlihatlah Satria dengan
celana dalam seksinya. Percaya diri, percaya diri! Kata Satria memotivasi
dirinya sendiri.
“yank. . .”, panggil Satria perlahan. Afif yang sedang
menggantungkan celana panjangnya menoleh. Melongo sesaat saat memandangi
penampilan Satria. Dan Afif tak sanggup menahan tawanya.
“kamu make apa sih dek?”, Afif bertanya sambil masih
terkikik. Satria sendiri tidak bisa berbuat apa apa. Karena melihat penampilan
Afif yang sekarang. Sama dengan Satria, hanya memakai celana dalam. Hanya saja,
celana dalam Afif masih tergolong ‘normal’. Namun justru itu yang membuat
Satria tidak bisa menyembunyikan kelelakiannya yang sudah meronta ingin keluar
dari kain tipis yang menutupinya. Kikikan Afif pun berhenti saat menatap kepala
perkakas Satria yang sudah nongol dari ban karet celana dalamnya. Afif berjalan
perlahan menghampiri Satria, tangannya dengan lembut menyentuh kelelakian
Satria.
“nongol ni dek”, kata Afif dengan nada serak. Tangan
kanannya dengan lembut membelai bagian terintim dari kekasihnya tersebut.
Satria merasa dirinya seperti melayang, baru kali ini bagian yang tidak pernah
disentuh orang lain itu di belai secara lembut oleh pacarnya. Dan Satria juga
tak ingin tinggal diam. Tangannya mulai aktif menggerayangi Afif, dan Satria
merasa sangat luar biasa bahagia hanya dengan menyentuhkan tangannya ke seluruh
bagian tubuh Afif tanpa terkecuali. Rasanya ingin Satria menunjukkan kepada
dunia bahwa Afif adalah miliknya. Akhirnya Afif mencium bibirnya dengan mesra,
ciuman terdalam yang pernah dirasakan oleh Satria. Satria merasakannya, benar
benar merasakannya saat tangan Afif sedikit menelusup di balik seutas kain yang
menutupi belahan pantatnya. Sedikit mendesah saat jari jari Afif berusaha untuk
masuk.
“beneran udah siap dek?”, bisik Afif tepat di telinga
Satria. Satria hanya bisa mengangguk, membiarkan Afif mengeksplore daerah yang
Satria pun belum pernah melihatnya. Satria benar benar merasa bahagia luar
biasa, bukan karena sentuhan sentuhan ini. Namun lebih karena yang menyentuhnya
adalah Afif, lelaki yang selama 3 tahun terakhir ini selalu menghantui
pikirannya. Malam yang luar biasa.
Afif mendorongnya jatuh di atas ranjang. Saat Satria
sudah diatas ranjang, dengan sekali sentak Afif meloloskan celana dalam seksi Satria.
Afif kemudian berdiri, mengobrak abrik laci untuk mencari kondom dan rubrican.
Melorotkan celana dalamnya dan bersiap memakai kondom.
“jangan pakai kondom, please?”. Suara dengan sedikit
desahan itu keluar dari mulut Satria. Satria saja sampai tak sadar jika
suaranya bisa seperti itu, kalau boleh jujur hampir mirip pelacur. Afif kemudian membuang kondom
yang hampir disarungkan ke kejantanannya yang sudah mengacung hingga menyentuh
pusarnya. Dengan tanpa malu malu, Afif kembali ke atas ranjang, namun belum
sempat Afif beraksi Satria sudah menyelomoti batang perkakasnya. Bahkan, Afif
sendiri tidak menyangka. Lelaki yang sangat suka kebersihan itu begitu bernapsu
mengulum dan memainkan alat kencingya. Namun, yang lebih membuat terkejut Afif
juga tanpa risih melumat bibir Satria yang jelas jelas tadi telah digunakan
untuk menyelomoti perkakasnya.
“Fif, aku siap”, kata kata itu dibisikkan Satria tepat
di telinga Afif. Dan Afif mengerti. Afif mengambil rubrican yang tadi
ditaruhnya disamping ranjang. Mengolesi jarinya dengan rubrican dan kemudian
berusaha menembus lubang keperawanan Satria. Satu jari berhasil masuk, Satria
agak merintih.
“sakit dek?”, Satria menggeleng. Dua jari kini
berusaha Afif masukkan, Satria kembali merintih.
“kalau sakit kaga usah diterusin dek. Ini baru jariku
lho”, kata kata Afif barusan sukses membuat Satria sedikit tersenyum kecil.
“I’m fine. Trust me”, Afif mengangguk kecil.
Mengeluarkan kedua jarinya lalu mengolesi batang kelelakiaanya dengan cairan
pelumas dan berusaha menembus lubang kecil milik Satria yang Afif tau belum
pernah disentuh siapapun. Satria merasa pedih luar biasa saat kepala penis Afif
berusaha untuk menembus lubang keperawanannya. Mules, mual dan panas. Namun
Satria tidak menunjukkannya didepan Afif. Satria ingin menjadi milik Afif
seutuhnya.
Dengan sekali sentak, Afif berhasil membenamkan
seluruh batang penisnya. Dan tanpa bisa dicegah, Satria kembali merintih.
“are you okay? Sakit sayang?”, kata Afif sambil
menciumi pipi dan hidung Satria. Satria menggeleng, air matanya mengalir namun
bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman manis.
“aku bahagia Fif”, Afif tersenyum mendengar pengakuan
Satria yang diucapkan dengan sangat lirih. Dan kemudian bibirnya kembali
melumat bibir Satria sambil pantatnya mulai bergoyang. Butuh waktu 20 menit
untuk Afif memuntahkan lahar pertamanya didalam lubang milik Satria. Setelah
itu, walau awalnya ragu tapi Afif akhirnya mau juga melumat penis Satria hingga
muncrat. Satria sendiri merasa bahagia walaupun kalau boleh jujur, pantatnya panas
luar biasa. Afif memeluknya, memberikan lengannya untuk dijadikan bantal oleh
Satria.
“I love you”, kata itu terucap dari bibir Afif.
Kembali air mata Satria tak kuat untuk tak jatuh.
“I love you too”, jawab Satria sambil membenamkan
kepalanya di bahu milik Afif.
“so much”, sambung Satria lirih.
***
Walau sudah 2 hari berlalu namun Satria masih samar
samar bisa merasakan penis Afif didalam dirinya. Dan anehnya, Satria ingin
lagi. Walaupun Satria juga tidak bodoh bahwa itu sakit, namun sepertinya ada
sesuatu didalam dirinya yang ingin mengulangi peristiwa 2 malam lalu. Tanpa
pikir panjang, Satria segera mengarahkan mobilnya ke arah rumah Afif. Didalam
hatinya sudah membuncah bahagia ingin bertemu dengan kekasihnya tersebut.
Kekasih yang sangat dicintainya. Satria lumayan terkejut saat didalam halaman rumah
Afif ada dua mobil. Mobil Afif yang pertama dan yang kedua, Satria tidak lupa.
Selama menjadi sahabat Afif selama 3 tahun, Afif pernah sangat tergila gila
pada seorang wanita. Dan Satria hapal mobil itu, milik Andini. Wanita yang dulu
sangat digila gilai Afif. Kenapa wanita itu kembali? Bukannya seharusnya wanita
itu sudah kembali ke Semarang? Bersama selingkuhannya yang dulu sempat membuat
Afif meradang? Sekarang Satria yang
meradang, jika saingannya laki laki Satria percaya diri. Toh wajahnya bisa terbilang
tampan. Namun kalau saingannya perempuan? Satria bisa apa? Satria merundukkan
kepalanya hingga menyentuh stir mobilnya. Entah berapa lama Satria tak sadar.
Satria baru sadar ketika ada seseorang mengetuk
jendelanya. Dan karena reflek, Satria membuka kaca jendelanya. Satria
juga baru sadar ternyata matahari sudah terbenam.
“sampai kapan mau disini dek? Kaga masuk?”, itu wajah
Afif yang nongol. Satria salah tingkah. Tidak tau apa yang mesti dia lakukan.
Terpergok disini, oleh Afif mungkin bisa menimbulkan spekulasi negative yang
sedang dipikirkan di kepala kekasihnya tersebut.
“kamu tadi ada tamu”, jawaban formal dan kaku yang
ditujukan untuk seorang pacar. Afif tersenyum ringan.
“mau masuk? Sedikit mendengar curhatanku?”, Satria
melajukan mobilnya masuk kedalam pekarangan rumah Afif. Setelah memarkirnya,
Satria turun dari mobilnya.
“tadi itu Andini kan?”, Satria langsung menutup
mulutnya begitu mendengar dirinya menyebut nama Andini. Bodoh!! Ini sama saja
gua ngomong ke Afif kalau gua sudah dari tadi memata matainya. Bangsat!! Gua
keceplosan!! Satria terus menerus mengumpat didalam hatinya.
“iya, dia baru putus sama pacarnya”, mata Satria
langsung melotot dan semua indranya langsung waspada. Terutama hatinya, siap
siap jika nanti dia akan mendapatkan kenyataan pahit. Dicampakkan setelah
keperjakaannya direnggut, itu kedengarannya gak asik banget.
“masuk yok? Aku uda masak tadi”, Satria memaksakan
untuk mengumbar senyum manis. Perkataan Afif barusan sedikit mengobati
kekesalannya. Satria lapar dan makanan adalah hal pertama yang sangat
dibutuhkannya sekarang. Afif merangkulnya, walaupun agak kesulitan jika dilihat
dari tinggi badannya yang selisih 10cm dengan Satria. Dengan baik hati, Satria
yang merangkul Afif. Afif tersenyum lalu melingkarkan tangannya pada pinggang
Satria. Kalau dilihat seperti ini maka Afif terlihat seperti bottomnya Satria.
Kenyataan berbicara sebaliknya.
“enak dek?”, Afif bertanya saat Satria sudah
menghabiskan semangkok pudding dan sepiring nasi goreng. Satria mengangguk.
“tadi Andini minta balikan. Ingat gak ceritaku dulu
dulu?”, Satria menunduk mendengar pengakuan Afif barusan. Minta balikkan?
Cerita cerita Afif dulu? Cerita yang mana? Cerita dimana Afif begitu mendamba
Andini? Atau malam malam dimana Afif begitu murung ketika baru saja putus dari
Andini? Semua cerita itu kabar baik untuk Andini, namun mimpi buruk buat
Satria. Jangan jangan putus?
“aku menolaknya”, Satria sukses tercengang. Kata kata
Afif barusan diluar dugaan Satria.
“memang aku belum yakin dengan hubungan kita kedepan,
kalau aku boleh jujur. Tapi aku pengen mencoba. Setidaknya, bersama orang yang
sangat mencintai aku”, saat mendengar pengakuan Afif barusan justru hati Satria
yang tercabik. Apa yang bisa Afif dapatkan dari dirinya? Anak? Aduh, jangan
yang terlalu muluk dulu. Restu orang tua saja belum tentu mereka dapatkan.
Satria menghembuskan nafasnya secara perlahan, mengapa cinta harus dibatasi
oleh jenis kelamin? Ini menyebalkan!!
“hey, kok ngelamun?”, Satria menggeleng gelengkan
kepalanya.
“gak kok Fif, apa?”, Satria balik bertanya.
“aku pengen yang kemaren, boleh?”. Satria agak
tertegun untuk sesaat. Agak agaknya kekasihnya ini mulai kecanduan.
“I bet I won’t”, kata Satria sambil memeluk Afif
merapat ke tubuhnya. Saat bibir Afif sudah hampir menempel tepat pada bibir
Satria, ponsel Satria berbunyi.
“damn it!!”, sambil mengumpat Satria menjawab
panggilan teleponnya.
“halo”, nada emosi jelas tampak saat Satria menjawab
panggilan telepon itu
“Sat, gua butuh elu”, suara diseberang adalah milik
Nancy. Dan Nancy menangis bahkan suara isakannya terdengar jelas.
“okay, lu dimana? Gua sama Afif bakal kesana!!”,
Satria mulai panik sekarang. Nancy jarang sekali menangis.
“gua di kostan. Sat. . .”
“iya? Apa?”
“bisa lu aja yang datang?”, Satria agak berpikir
sejenak dengan permintaan Nancy barusan yang terdengar sangat aneh.
“Sat? Please?”, ini pertama kalinya Nancy memohon
dengan sangat benar.
“okay. Tunggu bentar. Gua kesana!!”, kata Satria
sambil mematikan sambungan ponselnya.
“siapa dek?”, pertanyaan Afif yang diiringi dengan
pelukan mesranya dari belakang.
“mama, emm mama sakit. Aku pulang dulu sayang”, kata
Satria spontan dan cepat tanpa memikirkan efek yang dia ucapkan. Satria mencium
bibir Afif kilat dan langsung berlalu. Namun Satria tidak sadar bahwa Afif mencurigainya.
Bicara dengan mamanya pakai elu-gua? Percakapan Satria ditelepon tadi membuat
Afif benar benar curiga dan memutuskan untuk membuntuti kekasihnya.
Satria masih tidak sadar jika dirinya dibuntuti,
kepanikkannya akan suara Nancy tadi benar benar membuatnya kalut.
***
“bagus Nan, pancing sahabatmu itu kesini”, suara pria
itu terdengar mengerikan ditelinga Nancy.
“what do you want?!”, Nancy berteriak histeris
“gua cuman pengen ketemu Satria. Saat gua lihat foto
Satria di dompet lu, gua jadi teringat seseorang di masa lalu gua”
“please Adrian, Satria sahabat gua”, Adrian
menyeringai yang membuat Nancy bergidik. Suara mobil yang direm mendadak
membuat Adrian langsung waspada.
“jangan membuat suara mencurigakan”, peringatan yang
bukan sekedar main main diucapkan oleh Adrian sambil dirinya bersembunyi
dibalik pintu. Tak selang berapa lama pintu dibuka oleh Satria.Tanpa ba bi bu,
Satria langsung memeluk Nancy yang berada di pojok ruangan.
“hey, are you okay? Lu baik baik aja kan?”, tanya
Satria ditengah tengah isakan Nancy.
“maafin gua Sat. maaf”
“sshh, gak papa. It’s okay”, kata Satria sambil
tangannya membelai belai rambut Nancy.
Plok plok plok
Tepukan tangan itu membuat Satria menoleh. Melihat
pria plontos yang dirasa masih asing oleh Satria. Namun radar didalam dirinya
menyatakan kewaspadaan tingkat dewa.
“lama tidak bertemu Afriawan Satria”, Satria sedikit
memelengkan kepalanya kekiri.
“siapa?”
“orang yang 9 tahun lalu begitu kamu banggakan”,
kejadian mengerikan yang Satria simpan rapat rapat didalam kekelaman masa
lalunya kembali menghantam ingatan Satria.
“Adrian”, ucap Satria lirih.
“bingo!!”, jawab Adrian sambil menjentikkan jarinya.
“kamu tumbuh menjadi pria yang tampan Awan, kak Ian
suka”. Lanjut Adrian. Satria gemeteran, masa lalu yang dikira sudah terbuang
jauh dari kehidupannya kini mengusiknya kembali.
“kenapa diam saja Awan? Tidak adakah kata kata yang
ingin kamu ucapkan untuk kakak? Atau pelukan? Ciuman mungkin?” Satria semakin
gemeteran. Keringat dingin mulai membasahi dahi dan punggungya. Nancy yang
tadinya juga ketakutan kini malah lebih mengkhawatirkan kondisi Satria.
“Sat? lu gak papa? Ya Tuhan!! Sat!! Maafin gua Sat!!”,
Nancy berusaha membuat Satria ‘kembali’, tangan Nancy tak henti hentinya
menepuk nepuk pipi Satria.
“dia dulu mau memperkosa gua”, kata kata itu di
ucapkan sangat lirih dan terbata bata oleh Satria. Bayangan bayangan saat
dirinya dimasukkan ke gudang, tangan dan kakinya diikat. Lalu kemudian
ditelanjangi secara paksa. Tamparan, tendangan bahkan saat dirinya akan disodomi
kembali membayang didalam ingatan Satria. Satria berteriak histeris.
“pergi!! Please!! Jangan ganggu gua lagi!!”
“oh Awan, kak Ian kangen tahu”, kata Adrian sambil
mendekati Satria. Nancy langsung menghadang.
“jangan ganggu dia Adrian!! Please? Lu bohong!! Bukan
gini tadi perjanjiannya!!”, Nancy tak kalah histeris berteriak.
“jangan ganggu jalang!! Lu Cuma bidak. Dan peran lu
sudah berakhir”, kata kata itu diringi dengan tembakan pistol yang diarahkan
tepat ke arah Nancy.
“it’s over”, kata Adrian santai. Melihat Nancy yang
berlumuran darah, Satria langsung menubruk Adrian dengan membabi buta. Namun
tak sedikitpun Adrian oleng. Adrian diam tak bergeming. Dengan sekali sentak
Adrian merobohkan Satria.
“diam atau gua tembak?”, Satria kembali menerjang.
Kemana tenaganya? Kenapa rasanya seperti tidak punya tulang?
“tembak!! Gua kaga takut!!”, Satria meradang. Emosinya
meluap luap. Ya Tuhan, selamatkan Nancy!!
“kak Ian
berubah pikiran. Sepertinya lebih asik kalau kamu kakak jadikan boneka kakak.
Jadi tidak bisa protes, bagaimana Awan?”, Adrian mengarahkan moncong pistol
tepat ke arah Satria. Satria hanya bisa pasrah.
“jadilah boneka yang baik untuk kakak ya?”, ucap
Adrian lagi sambil menarik pelatuk pistol.
Door!! Bruug!!
Tembakan itu meleset karena pukulan benda keras tepat
di kepala Adrian. Afif bersyukur Satria masih baik baik saja. Namun kemudian
memandang ngeri ke arah Nancy.
“Sat, bantuin aku ngangkat Nancy ke mobil”, Satria
bertindak cepat.
***
Keadaan Nancy membaik walaupun sempat kritis beberapa
hari karena kekurangan darah. Namun sekarang semuanya baik baik saja. Hanya
saja, Afif sepertinya berubah sikap. ‘Mendiamkan’ Satria begitu saja, seolah
olah Satria tidak tampak olehnya walaupun mereka satu ruangan. Seberapa
seringnya Satria mengajak Afif berbicara, namun Afif tidak menanggapi. Atau
pura pura tidak mendengar.
“Afif kecewa sama gua kayaknya Nan”, suara itu keluar
dengan nada putus asa. Nancy yang sedang berbaring tidak bisa berkomentar apa
apa, karena dirinya pun tidak tahu apa yang menjadi dasar perubahan sikap Afif.
“dia kecewa karena gua adalah korban sodomi? Korban
penganiayaan?”, Nancy membelai pelan tangan Satria. Mencoba memberi dukungan.
“Afif gak mungkin seperti itu Sat”
“tapi buktinya? Udah seminggu Afif kaga nganggep gua
ada!! Gua sayang dia Nan!! Sayang banget”, Nancy mengutuk perbuatannya beberapa
hari lalu. Mengapa dia begitu bodoh?
“ini semua gara gara gua Sat, gua bodoh!!”
“sst, bukan salah lu kok. Kalau jodoh kan kaga kemana?
Iya kan? Lu sendiri yang bilang dulu”, Satria miris sendiri mendengar kata kata
yang baru saja diucapkannya. Jodoh? Naïf sekali pikirannya. Jelas Tuhan
menciptakan Adam dan Hawa, bukan Adam dan Steve. Ponsel Satria bergetar.
‘kita perlu bicara’
Itu sms pertama dari Afif selama hampir seminggu ini.
‘dimn? Kpn?’
Balas Satria cepat.
‘d rmhku. Skrg, bsa?’
Satria mengantongkan ponselnya kembali. Hatinya
waspada, benarkah apa yang Satria takutkan selama beberapa hari terakhir ini
akan terjadi? Dicampakkan oleh Afif? Setelah pamitan dengan Nancy, Satria
langsung mengendarai mobilnya ke arah rumah Afif. Hingga sampai di pekarangan
halaman rumah Afif, Satria bingung. Sepi sekali, bahkan mobil Afif pun tak
tampak. Dengan ragu ragu Satria melangkah masuk. Awalnya ingin mengetuk, namun
Satria urungkan saat menyadari bahwa daun pintunya sudah sedikit terbuka.
Satria menemukan Afif sedang duduk di kursi didepan tv. Saat mendengar langkah
Satria, Afif menoleh.
“hi”
“hi juga”, jawab Satria kaku. Afif tersenyum, sambil
menepuk nepuk kursi disampingnya. Satria mengerti kode itu dan tanpa membuang
waktu Satria duduk disamping Afif.
“Andini ingin mengajakku menikah”, Satria diam.
Sengaja karena tidak tahu apa yang akan dibicarakan oleh Afif.
“aku berpikir bahwa mungkin aku masih mencintainya.
Aku juga berpikir bahwa mungkin aku akan memiliki anak bersamanya, satu atau
dua. Lima anak mungkin? Dan kita mungkin akan menjadi keluarga yang bahagia”,
jujur Satria sesak mendengar pengakuan Afif barusan. Berusaha mati matian
menahan air matanya supaya tidak keluar.
“lalu seminggu ini aku menguji untuk tidak
menggubrismu, mencoba untuk membuat kamu seolah olah tak ada. Dan aku tak bisa,
semua pikiranku tentang keluarga pada ‘umumnya’ buyar. Aku tak mungkin bisa
bahagia kalau bukan kamu yang disampingku Sat. Aku mencintaimu”, Satria tidak kuat
lagi menahan air matanya. Jebol sudah dan membanjiri pipinya.
“aku juga mencintaimu. Sangat!!”
“ya, aku tahu. Tapi jangan bohong lagi, bisa?”, Satria
mengangguk yang langsung dihadiahi ciuman manis dari Afif.
***
Nancy baru saja akan terpejam saat ada seseorang masuk
kedalam kamarnya. Pak Suryo, ngapain dia kesini?
“kantor sepi tanpa kamu”, Nancy hanya tersenyum tipis
mendengar kalimat pembuka yang di ucapkan pak Suryo. Seharusnya pak Suryo
mengucapkan ‘semoga cepat sembuh’. Tapi ya lumayan, ucapannya ini tidak begitu
buruk.
“dan terlebih saya yang sangat merindukan kamu”, Nancy
sukses melongo.
“jangan bikin saya khawatir lagi”, Nancy kemudian
tersenyum. Kenapa dia tidak menyadarinya? Ada cinta yang sedekat ini dengan
dirinya?
“maafkan saya pak. Saya akan berusaha lebih baik”,
jawab Nancy sambil tersenyum. Kali ini sepertinya calon suami sudah pasti ada
didalam genggaman.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar