http://www.kompasiana.com/www.aple.com/pederastry-dalam-kehidupan-lelaki_550dd29d813311b62cbc5fb6
-
Pederastry Mungkin kata ini agak baru ditelinga para
pembaca. Tapi praktek pederastry bukan lah hal yang baru dalam kehidupan kita
khususnya dunia lelaki. Pederastry sering disalah artikan dengan pedophilia dan
terkontaminasi oleh para pedophile. Walau sebenarnya secara lexicological dan
characteristic pelakunya sangatlah berbeda. Bila ada kesamaan mungkin hanya
dari segi age asymetry dari pelaku hubungan tsb. Dan tulisan ini bermaksud
untuk menggamblangkan perbedaan antara praktek pedophilia dan praktek
pederastry yang lebih normative bahkan dalam budaya Jawa sendiri. Pederastry
melibatkan hubungan yang akrab antara seorang lelaki dewasa dengan lelaki yang
masih bocah yang biasanya berusia sampai tujuh belas tahun dimana si lelaki
dewasa menunjukkan rasa kasih nya pada si bujang dan si bocah menanggapi uluran
kasih sayang lelaki dewasa tsb. Di masyarakat Yunani Kuna, praktek pederastry ini adalah hal yang
lumrah. Mulanya praktek pederastry hanya terdapat pada masyarakat lapisan atas
untuk mengajarkan pada si bocah tentang keperkasaan (bravery) dan pengendalian
emosi (restraint) dan juga membimbing si bujang untuk menghargai nilai nilai
budaya nya. Ini adalah bagian dari
pendidikan. Lambat laun praktek pederastry merambat juga ke masyarakat umum.
Dalam budaya Yunani Kuna terjadinya hubungan yang intim antara si pederast dan
si bujang ini biasanya diketahui oleh orang tua si bujang. Malah biasanya si
bapak dari bocah lah yang mencari pederast buat anaknya tanpa sepengetahuan si
anak.
Tentu saja niat si bapa adalah untuk mencarikan role
model yang paling baik buat anaknya. Beda pederast dan pedophile Walau kadang
sangat sulit membedakan antara praktek pederastry dan praktek pedophilia, ada
element element tertentu yang menjadi characteristic khusus dari pederast. Yang
sangat characteristic dari para pederast adalah niat dari si lelaki dewasa
untuk mempersiapkan si bujang ini untuk jadi lelaki yang sepenuhnya dan jadi
anggota masyarakat yang baik dan juga untuk mempersiapkan si bujang untuk jadi
prajurit prajurit yang benar benar "lanang". Di sisi lain, pederastry
bukan hanya menampilkan segi segi sexualitas yang sangat characteristic tapi juga normative ( diterima
dalam budaya suatu masyarakat bahwasanya ada unsur homosexualitas dalam
kehidupan lelaki) yang mana bisa dilihat dari sejarah kehidupan manusia
dipelosok dunia. Praktek ini bisa dicermati dalam budaya Yunani, Japan, Roman,
Medieval Islam, Jawa bahkan China Seorang pederast biasanya berhubungan dengan
bocah puber yang masih dalam transisi dimana si bocah masih kelihatan seperti
bocah tapi tubuhnya sudah berangsur menjadi bentuk lelaki dewasa (v chest) tapi masih belum tumbuh rambut
rambut yang menandai kelelakian seseorang. Bocah puber semacam ini biasanya
juga begitu androgenic, lanang tapi juga effeminate dan sublime, jadi kelihatan
bocah yang gagah secara badan tapi lembut secara kelakuan maupun dari segi
penampilan. Dan seorang pederast biasanya tak lagi tertarik dengan bocah tsb
bila dia sudah mulai menunjukkan kedewasaan dan tanda tanda kejantanan pria
dewasa, kaki dan tangannya mulai berbulu umpamanya. Dari kacamata anthropology,
pederastry adalah hubungan yang erotis diantara keduanya baik itu melibatkan
erotisme yang tetap terjaga maupun erotisme yang berujung homoerotic activity.
Selain itu pederastry dipandang sebagai
bagian dari coming of age passage untuk mempersiapkan si bujang pada kehidupan
lelaki dewasa. Lain halnya dengan pedophile yang berhubungan dengan bocah
lanang bawah umur karena untuk memenuhi nafsu miring sexualitas nya. Jadi tak
ada unsur pendidikannya disitu dan si bocah biasanya adalah korban yang
sebenarnya tidak mau berada dalam hubungan sex timpang usia tsb.
Pedophilia tentu saja adalah tindakan kriminal
Ganymede, Gemblak, Bacha Bazi, Chigo = Catamite Dalam mythology Yunani Kuna,
diceritakan tentang Zeus yang menjelma menjadi Elang dan menyambar Ganymede.
Ganymede adalah pangeran muda dari Trojan dan parasnya sangat tampan dan
berambut emas (blonde). Saking cakepnya Zeus pun terpesona dan membawanya ke
kahyangan untuk hidup diantara para dewa. Ganymede jadi kekasih Zeus dan
berperan sebagai cup bearer alias penuang nektar minuman para dewa.
13286901791389809936 Dalam kisah penculikan Ganymede yang sering dilukiskan
dalam vase (wine jug), Ganymede biasanya digambarkan sebagai cowok cakep yang
membawa hula-hoop dan cockerel (jago) ditangannya. Ganymede sebagai cup-bearer
biasanya dia digambarkan sedang menuangkan nektar untuk Zeus. Ganymede sering
dipuja sebagai dewa homosexual dan dia juga berperan sebagai play-mate dari
Eros (si dewa cinta).
Bagaimana dengan di Indonesia?
Adakah praktek pederastry dalam budaya Indonesia?
Tentu saja ada. Kita punya gemblak yang hakekatnya sama dengan Ganymede. Di
padepokan ada cantrik. Semua itu mengandung unsur pederastry. Dengan gemblak,
yang biasanya jadi ingon ingon nya warok, jelas sekali bahwa aslinya gemblak
adalah pengganti perempuan karena warok tak boleh melakukan esek esek dengan
perempuan karena bisa menghancurkan keampuhannya sebagai warok. (Ah masaa! ) Dan kita di Jawa kebanyakan
percaya saja, tanpa keberatan bahwa praktek semacam itu adalah sebenarnya
homosexuality in practice. Mungkin waktu itu kata tersebut belum masuk dalam
kosakata orang Jawa. Atau sebenarnya kita memang mentolerir praktek semacam
itu. Memang begitulah adanya. Gemblak adalah culturally-sanctioned homoerotic
activity. Tak perlu emphemism. We did it, allright! Dan seperti halnya para
pederast, warok juga memilih gemblak dari segi penampilan physic nya. Lanang
tapi lemah gemulai. Karena gemblak dalam perannya juga harus jadi penari, para
penari jaranan dalam reyog. Konyol nya sekarang penari penari jaranan dalam
reyog tersebut diperankan oleh remaja putri. (Oalaah diiik bok aja gelem nari
kaya ngono. Wis jaran kepange dislempetke ing lapangan terus narine megal megol
maju mundur, yo opoo rek. Wis jan pada ra donk tenan adik adik remaja putri
kuwi. Ben si gemblak wae sing nari kaya ngo kuwi.
Cah wedok ki ya patute nari gambyong apa golek ngono
lhoo) Budaya yang berkaitan dengan tarian dan praktek terselubung homoerotic
activity juga terdapat di Afghanistan (Pashtun area). Mungkin anda pernah
dengar tentang Bacha Bazi atau Bacha
Beeresh. Baca bazi berarti "main dengan si thole si ujang" dan
bacha beeresh berarti cowok tanpa brewok (emang belum tumbuh brewok nya karena
masih dibawah umur). Para bacha bazi berperan sebagai penari, dan mereka dandan
seperti perempuan. Mereka menari bagi para lelaki yang lebih tua dari dia tentu
saja. Bacha bazi ini biasanya direkrut (atau diculik) dari keluarga miskin.
Mereka diajari musik dan menari. Tentu saja bacha bazi ini juga bisa disewa
untuk keperluank esek esek, oleh the highest bidder dari para penonton yang
kebanyakan adalah orang orang berpengaruh dan kaya di Afghanistan. Documentary
dari bacha bazi bisa dilihat dari karya journalist Najibullah Quraishi dari
Afghanistan yang berjudul "The Dancing Boys of Afghanistan".
Homoerotic activity dalam agama Agama Islam jelas jelas melarang praktek
homosexuality. Tapi saya tak yakin bahwa Islam berhasil memberangus
homosexuality, karena praktek ini sudah mendarah daging dalam kehidupan lelaki
jauh sebelum kedatangan Islam. Disinyalir di dunia Arab sana homosexuality
adalah sesuatu yang terselubung. Akan lebih aman berduaan antara pria daripada
berduaan antara pria dan wanita. Christianity aslinya juga melarang
homosexuality. Tapi sekarang jelas tak lagi begitu dilarang, ini dibuktikan
dengan adanya kawin sejenis yang makin lama makin populer saja di negara negara
Barat yang identik dengan negaranya orang orang yang menganut Christianity.
Namun tak semua agama melarang praktek homosexuality. Bila ada agama yang
tolerant dan menghormati sexuality, saya harus pilih itu adalah agama Buddha,
terutama Zen Buddhism di Japan. Zen Buddhism tidak melarang homoerotic
activity. Ini dibuktikan dengan adanya Nanshoku dalam kehidupan para obosan
(biksu). Nanshoku adalah hubungan erotic antara adolescent dan orang dewasa. Di
Japan juga ada istilah Chigo dan banyak naskah naskah kuno yang mengisahkan
tentang chigo. Chigo adalah anak laki laki yang biasanya berusia antara 7
sampai 14 belas tahun yang tinggal di pura Buddha bersama sama para pendeta
Zen. Tentu saja Chigo ini adalah peliharaan para praktisi Zen Buddhism tsb dan
terlibat homoerotic activity diantara mereka. Chigo biasanya menempati status
yang lumayan bagus diantara para pendeta Zen dan ini dibuktikan dengan adanya
perkataan " Ichi chigo ni sanmo". Bila anda tahu sedikit bahasa
Jepang tentu bisa mengira ira artinya. Nomor satu adalah Chigo, Tuhan nomor
dua. Tapi dalam kalimat aslinya terkandung makna yang legit dan kedengaran
rhymist yang agak sulit dialih bahasakan.
Fungsi Chigo tentu saja adalah sebagai catamite yaitu
pihak yang pasif dalam homosexual relationship. Tapi karena Chigo ini adalah
kesayangan pendeta senior maka dia sangat perhatikan kesejahteraannya, mulai
dari kebersihan dirinya yang diurusi oleh para biksu junior dan juga
kesejahteraan lainnya. Mereka juga berfungsi sebagai page boy bila ada perayaan
dan si chigo berpakaian yang glamoruous dan kelihatan bak celestial
being(makhluk surga). Dalam cerita Chigo no shooshi, saking berharganya nilai
seorang chigo, para biksu junior pun dikisahkan saling berebut untuk
mempersiapkan bagian belakang dari si chigo tersebut agar obosama (kepala
biksu) yang sudah udzur bisa dengan gampang bermain dengan si chigo. Para biksu
junior akan minta ijin pada si chigo agar diberikan kesempatan pertamax untuk
mengoleskan rempah rempah dan lubricant. Dan dengan elegant nya si chigo pun
menentukan pilihannya. Di Japan, pada periode Heian jidai (794-1185), pantangan
terhadap sex dalam agama Buddha di artikan pantangan sex dengan perempuan, tapi
bukan sex diantara lelaki. Sex diantara obosan dengan chigo dianggap sebagai
bido (beautiful way). Japanese Buddhism cenderung mengajarkan bahwa niat dan
hasil adalah yang diutamakan, sedangkan caranya apa saja boleh. Sex antar jenis
dipandang sebagai cara untuk berkomunikasi dan mendekat dengan Buddha dan
disamping itu menciptakan spiritual bond yang lebih mendalam diantara para
biksu (karena kashiki atau newbie dalam pura biasanya juga terlibat homoerotic
activity dengan para biksu lainnya). Nanshoku biasanya berakhir bila si chigo
telah meninggalkan masa puber nya atau meninggalkan biara tentunya. Biasanya si
nenja (the opposite role of catamite) harus melakukan sumpah resmi bahwa dia
tak akan melakukan infidelity dengan sang chigo. Nanshoku juga menjalar ke kelas Samurai, tapi
mereka punya kode etik tersendiri dengan homoerotic act mereka. Sekian dulu
dech, have a lovely evening everyone.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar