Jatuh cinta pertamaku pada seorang cowok
http://akugayaku.blogspot.com/2008/06/aaaaaaaaaaaaaaaaaaa-bbbbbbbbbbbbbbbbbbs.html
Selamat Datang di akUGAYAku Sebuah blog tempat aku
"bersembunyi" dibalik kehidupanku sebagai GAY. Jika aku tidak bisa
terbuka di luar sana, maka aku akan terbuka seluas-luasnya di blog ini. Inilah
dunia yang aku ciptakan untuk keterbukaanku. Sambutlah aku...!
Kumulai pada goresan pertama ini. Aku coba menorehkan
himpunan huruf untuk mencatat sisi lain perjalanan hidupku sebagai gay. Aku akan
menuangkan semua hal-hal yang aku sukai khususnya yang berhubungan dengan dunia
gay.
Selama ini aku telah berusaha “bersembunyi” dari jati
diriku yang lain, tapi hal ini sedikit tidak nyaman meskipun selama ini telah
aku lakoni selama bertahun-tahun dan sudah terbiasa. Memiliki peran yang
berfungsi ganda memang sangat merepotkan, tidak sedikit pengalaman yang
mengasyikkan sekaligus menyedihkan dengan lakon ini.
Awalnya peran ini sangat menyiksa batin, saat itu aku
masih duduk di bangku SMA kelas 1, aku merasa heran dan bingung mengapa aku
sangat suka melihat seorang cowok yang juga teman sekelasku. Dia sangat menarik
bagiku, kulit putih yang membalut otot-ototnya yang atletis dengan tinggi
semampai, mata sendu yang semakin memikat jika tersenyum dari bibirnya yang
mungil tipis memerah, rambut yang ikal yang tertata apik memancarkan cahaya
dari pantulan sinar matahari.
Awalnya aku merasa biasa aja, seperti halnya
teman-temanku saat di SMP dulu yang ganteng-ganteng dan cakep-cakep juga, tapi
yang ini kok lain, semakin hari berjalan semakin bingung aku dibuatnya. Aku
merasa nyaman jika memandangnya, aku merasa sejuk jika dia melirik aku, serasa
setiap langkah yang aku dengar di kelasku bisa aku bedakan mana langkahnya.
Setiap hari aku tidak mau terlambat ke sekolah, karena
aku harus bertemu dengannya. Bahkan jika aku sakit sekalipun, aku harus ke
sekolah setidaknya untuk bisa memandang wajahnya meski sedetikpun.
Suatu hari, aku memang gak enak badan. Aku memaksa
diri untuk tetap ke sekolah. Hari itu senin dan harus apel/upacara pagi, saat
pertengahan upacara aku pingsan, mungkin karena gak sarapan dan juga sedang
demam. Aku digoyong ke ruang UKS, dan saat aku sadar aku sangat kaget karena
orang yang berusaha membuat aku sadar kembali adalah Ahmad, cowok teman kelasku
yang selama ini membuatku jadi manusia “aneh”.
Dia memijat lenganku, meminumkan air putih, dan dia
juga yang mengoleskan leher dan dadaku dengan balsem. Memang sih beberapa teman
dan guru lain juga melakukan hal yang sama tapi saat itu serasa hanya ada dia
sendiri. Aku merasa mendapatkan angin kesejukan melalui sentuhannya.
Ahmad adalah cowok pertama yang telah menggoyang hebat
seluruh isi tubuhku. Meskipun dia bukan cowok pertama yang mengenalkan sex.
Sebelumnya aku pikir sex yang aku lakukan dengan sesama cowok itu hal biasa
karena hanya melampiaskan nafsu saja, itupun saya mengenal hubungan sex sejenis
kali pertama saat masih duduk di bangku SD kelas 5 bersama tetangga baruku
(kisah khusus tentang ini akan diceritakan selanjutnya).
Perasaanku pada Ahmad ternyata merupakan peristiwa
“jatuh cinta”, inilah jatuh cinta pertamaku. Setelah aku sadar bahwa aku sedang
jatuh cinta, aku sangat kebingungan dengan kondisi ini. Setumpuk pertanyaan
membebani aku dan pertanyaan itu tidak mungkin aku tanyakan ke orang lain, aku
khawatir dianggap aneh karena menurutku pertanyaan itu sendiri sudah sangat
aneh.
Seiring berjalannya waktu, aku sadar bahwa aku ini
adalah HOMO (saat itu aku belum tau istilah gay) yaitu cowok yang suka sesama
cowok. Menurutku dari informasi yang aku dapatkan bahwa homo itu penyakit
najis, menjijikkan, laknat, menyalahi kodrat, dan sejuta istilah negatif
lainnya yang melekat pada penyakit tersebut.
Aku sangat tidak bisa menerima kondisi ini, tapi di
sisi lain aku sangat tersiksa dengan dorongan “cinta” pada Ahmad. Aku sangat
membutuhkan Ahmad untuk menenangkan batinku yang selalu merindu. Tapi aku juga
benci dengan diriku yang telah terjangkit penyakit homo.
Aku menyalahkan diriku sendiri, tapi menurutku ini
sangat tidak adil karena aku tidak pernah memilih untuk menjadi seperti ini.
Tiba-tiba saja aku merasakan hal aneh ini di umurku yang baru saja melalui 16
tahun saat itu.
Aku mencoba menjauh dari Ahmad dan berusaha tidak
pernah bertemu dengannya meskipun aku sekelas dengan dia. Usaha ini justru
tidak menghasilkan sesuatu yang kuharapkan, namun sebaliknya aku semakin gila.
Aku sudah tidak bisa konsentrasi pada pelajaran, tidur tak pernah nyenyak lagi,
makan tak terasa nikmat lagi, dan semua hal yang terjadi setiap detik kehidupanku
menjadi hampa.
Aku mendustai diriku sendiri, aku menghukum diriku
sendiri, aku menghinakan diriku sendiri, aku melakukan semua hal yang membuatku
tertekan agar rasa ini bisa lenyap. Tapi hal tersebut tidak berhasil bahkan
membuat aku semakin stress padahal tidak lama lagi akan ujian caturwulan
pertama.
Tuhan, mungkin dialah “oknum” yang paling
bertanggungjawab terhadap kondisi anehku ini. Aku harus memberontak di
depannya. Mengapa dia memberikan aku kehidupan yang dia sendiri membencinya.
Mengapa dia menunjuk aku untuk sesuatu yang tidak pernah aku pilih. Ini tidak
adil…!!! Ini tidak bisa aku terima begitu saja…!!!
Gejolak ini semakin parah tapi tak satupun yang tau,
termasuk orang tuaku. Aku memang tergolong anak yang tertutup meskipun dalam
pergaulan aku termasuk anak yang luwes. Mungkin jiwaku sudah tidak sanggup
menahan beban ini hingga akhirnya gejolak yang semakin memanas ini meledak.
Aku menjadi seperti orang gila. Mereka bilang aku
kesurupan. Kejadian “kesurupan” ini kerap terjadi meskipun dalam suasana
belajar di kelas. Jika tak bisa lagi menahan kecamuk dalam jiwaku, apalagi
kalau sedang melihat Ahmad dan aku hindari, tiba-tiba aku merasa ingin gila dan
saat itu juga aku kehilangan kesadaran hingga akhirnya aku tau kalau aku sudah
terikat, katanya aku harus diikat karena aku menjadi sangat ganas dan
merusakkan semua yang ada di dekatku.
Orang tuaku pun jadi bingung dengan kondisiku yang
aneh ini. Mereka khawatir jika benar-benar menjadi gila. Mereka membawaku ke
psikiater, aku ditanya macam-macam olehnya, dia bertanya tentang ayahku,
tentang ibuku, tentang teman-temanku, tentang pelajaranku, semua dia tanyakan.
Tapi dia tidak pernah bertanya tentang Ahmad, ataupun tentang apa yang sedang
saya rasakan.
Ayahku membayar mahal untuk setiap konsultasi ke
psikiater itu, namun konklusi yang diberikan bahwa aku kelebihan beban dalam
belajar. Katanya, aku terlalu memaksakan diri dalam belajar dan tidak ada waktu
untuk refreshing. Memang sih sejak SD aku sudah terbiasa dengan pringkat 1 atau
2 saja setiap habis ujian, bahkan saat SMP aku malah menjadi siswa dengan nilai
tertinggi kedua seluruh SMP di kotaku. Makanya tak heran saat aku SMA pun di
sekolah negeri favorit.
“Keanehanku” tak kunjung hilang, malah semakin
menjadi. Apakah ini salahku? Jika memang salahku, apa yang telah kuperbuat
sehingga berakibat seperti ini. Apakah ini salah Ahamd yang telah membuatku
jadi gila? Jika memang salahnya mengapa dia tidak tau. Apakah ini kesalahan
orang tuaku? Jika memang salah mereka, apa yang belum mereka berikan padaku?
Selama ini mereka telah memberikan seluruh kebutuhanku lebih dari cukup, bahkan
cinta kasih mereka sangat besar buatku. Apakah ini salah Tuhan? Mungkin dialah
yang lebih patut dipersalahkan.
Inilah segelumit ceritaku tentang jatuh cinta pertamaku
yang membuatku menjadi aneh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar