Minggu, 23 Agustus 2015

KISAH DENDAM BISEKS MATRE



 Masa kecil yang tidak bahagia dan penyiksaan seksual yang aku alami telah mengubah diriku mennjadi seorang pendendam. Targetku, siapa saja kaum gay yang tertarik padaku.

Ketika berusia 12 tahun aku ‘diperkosa’ seorang pria homoseks berwajah seram di terminal tempatku berjualan koran. Dan kini, ketika usiaku beranjak dewasa dengan modal wajah tampan aku berkelana di tengah-tengah komunitas mereka. Tujuanku, mencari gay kaya dan menguras seluruh harta dan ‘perasaan halus’ mereka.

Suatu sore berkabut diawal bulan Desember 1993 aku berjalan gontai sambil menenteng koran sore di Terminal Cicaheuem, Bandung. Rinai hujan mulai turun yang akhirnya membawaku berteduh di sebuah pos keamanan terminal. Tiba-tiba seorang pria berwajah seram ikut pula berteduh di sana. Karena sudah terbiasa bergaul dengan dunia keras, aku tidak peduli dengan wajahnya yang penuh codet. Aku berpikir, mungkin dia seorang preman terminal yang takut dengan gerimis.

Setelah menyebut namanya – Bang Rony--,  dia kemudian mengajakku mengobrol. Tentang mengapa aku harus menjadi penjual koran dan berkeliaran di terminal. Padahal menurutnya aku lebih pantas berada di rumah sambil membuka-buka buku untuk persiapan belajar di sekolah esok hari. Dia juga mengaku kagum dengan tubuhku yang bersih dan wajahku yang tampan dibanding penjaja koran lainnya. Sebaliknya dia juga bercerita tentang dirinya yang sudah sejak lama ‘menclok’ dari satu terminal ke teminal lain di kawasan Bandung untuk menyambung hidup. Pendeknya, kami terlibat obrolan yang cukup mengasyikkan.

Tak dinyana, esok harinya aku kembali bertemu dengan Bang Rony. Aku sendiri tidak peduli apakah itu nama dia sebenarnya atau bukan. Sore itu dia kembali mengajakku ngobrol. Kali ini bukan di pos keamanan, melainkan di dekat sebuah WC umum yang kebetulan sepi. Semerbak aroma kotoran manusia tidak kami pedulikan. Aku tidak tahu mengapa aku begitu senang berbincang dengannya, meski kadang aku bergidik melihat bekas-bekas luka di wajah buruknya.

Di tengah perbincangan, tiba-tiba pria itu ingin kencing dan entah mengapa aku jadi ikut ketularan. Biasalah, musim hujan. Setelah selesai, tanpa pernah kuduga sebelumnya, Bang Rony menarik tubuhku dan menciumi wajahku. Tentu saja aku sangat terkejut dengan apa yang dilakukannya.

Belum hilang debar dan ketakutanku, Bang Rony langsung menarikku ke dalam kamar mandi yang semuanya sedang kosong. Aku tidak tahu kemana perginya penjaga WC. Padahal dalam kondisi seperti itu bisa saja penjaga itu memergoki perbuatan buruknya dan aku bisa selamat. Namun karena situasi yang begitu sepi, aksi Bang Rony tak tertahankan. Tangan kasarnya membekap mulut, sementara tangan yang lainnya mendekap tubuhku.

Posturnya yang besar tentu saja tidak sebanding dengan tubuhku yang ringkih. Saat itulah dia mensodomi pantatku. Sementara dia menghujamkan ‘senjatanya’ di bagian belakangku, tangannya yang satu lagi membekap mulutku dengan kasar.

Hampir saja aku tidak bisa bernapas karenanya. Hampir dua jam aku mendekam di WC yang berbau pengap itu. Karena menahan sakit yang demikian pedih, air mataku pelan-pelan menetes. Berkali-kali aku mengambil air untuk mencuci bagian belakang tubuhku yang sempat mengeluarkan darah.

Aku bahkan tidak memperdulikan teguran penjaga WC yang menyuruhkan segera beranjak dari sana. Ketika senja menjelang barulah aku sanggup melangkahkan kaki dengan tertatih-tatih pulang ke rumah. Namun, semua peristiwa buruk yang terjadi sepuluh tahun silam itu hanya tinggal kenangan.

Kini tiada lain yang ingin kulakukan selain mencari Bang Rony dan membunuhnya dengan darah berceceran dari tubuhnya seperti bercecerannya darah dari tubuhku ketika dia meninggalkan aku di kamar mandi WC umum Terminal Cicaheum, Bandung.

Sampai sekarang, saat aku sudah mandiri bahkan bisa mengangkat derajat ekonomi keluarga, aku tidak tahu apakah Bang Rony betul seorang gay. Bisa jadi dia hanya seorang penganut pedophilia yang gemar mencari kepuasan di dalam diri anak-anak seperti aku dulu. Namun setelah aku mengerti, ternyata gay pun mencari kepuasan dalam bentuk sama seperti yang pernah dilakukan Bang Rony. Itu sebabnya aku sangat ingin membuat para gay tersiksa dengan balas dendam yang akan kulakukan.

KING SIZE--Dan pertanyaan itu kulontarkan pada Beni, pria pengidap kelainan seks yang sangat menginginkan aku menjadi kekasihnya. Perjumpaan kami berawal secara kebetulan. Saat itu  kami berjumpa di rumah makan cepat saji di kawasan Jalan Thamrin. Dia tak tampak seperti gay. Tubuh atletisnya, membuat siapa pun terkecoh. Belum lagi dia berasal dari keluarga kaya raya dan sekarang memegang jabatan penting di sebuah perusahaan retail besar di Jakarta.
Aku memang tidak pernah bertanya dari mana keluarga Beni memperoleh kekayaan demikian banyak. Namun yang jelas sejak awal jumpa dia menceritakan, ayahnya memang seorang developer sukses dan memiliki beberapa perusahaan retail. Dan kini Beni dengan satu orang adik perempuannya hanya tinggal menangguk hasil dari kesuksesan orangtuanya.

Dibawa rasa ingin membalas dendam, akhirnya tawaran Beni untuk tinggal bersama di apartemennya kukabulkan. Sambil terus berkutat dengan pekerjaanku sebagai staf ekspor impor sebuah perusahaan sawmill di daerah Jakarta Utara, aku tetap melayani Beni di ranjang seperti yang dia inginkan.

Hingga pada akhirnya Beni mengaku belum puas hanya sekedar ‘bergulat’. Dia ingin aku melakukannya dari tubuh belakangnya. Sambil merengek meminta aku melakukan hal itu, Beni berjanji akan membelikan aku sebuah sedan keluaran terbaru dan selanjutnya akan membelikan aku sebuah rumah di kawasan mewah di Jakarta Barat.

Awalnya enggan, namun saat membayangkan kemewahan yang akan kuraih, akhirnya aku menguatkan hati agar bisa melakukannya. Setelah benar-benar siap, ternyata aku bisa juga bahkan berhasil mencapai puncak tanpa memikirkan Beni yang menjerit-jerit saat dihujami senjataku yang kebetulan memang king size. “Kamu memang benar-benar hebat,” ujar Beni seperti bangga dengan apa yang sudah kulakukan padanya, padahal aku yakin dia belum mendapatkan keinginannya.

Satu minggu kemudian aku dibawanya pergi ke show room untuk memilih sedan apa yang kuinginkan. Dan satu bulan kemudian dia membawaku mengurus surat-surat rumah yang semuanya atas namaku. Perasaanku sungguh melonjak dengan apa yang dilakukan Beni. Dalam hati aku berpikir, karena seluruh dokumen dua barang berharga itu sudah dalam genggamanku, nantinya dengan mudah aku bisa menjual kembali semua yang sudah diberikannya. Selanjutnya, good bye, Beni.

Aku akan kembali ke pangukuan Lia, calon istriku di Bandung yang kupacari sejak kami duduk di bangku kuliah. Selama ini Lia hanya tahu bahwa aku adalah seorang anak manis yang berhasil mengangkat derajat keluarga. “Melihat kisah hidupmu yang pernah membantu orangtua dengan cara berjualan Koran membuat aku semakin mengagumimu,” demikian satu kali Lia memujiku. Kata-kata Lia yang lemah lembut seringkali membuatku ingin menangis diam-diam bahwa sebenarnya kekasih yang dia kagumi tak lebih dari seorang pendosa besar.

Ingin pula aku memendam perasaan dendam itu agar nantinya Lia semakin mencintaiku, tetapi aku tak sanggup. Dalam setiap langkah dan helaan napasku yang terbayang hanyalah bagaimana kejamnya Bang Rony terhadap anak berusia 12 tahun yang belum tahu akan kejamnya dunia.

Dalam setiap tidurku yang seringkali terimpikan hanyalah bagaimana sadisnya orang dewasa memperlakukan anak-anak tanpa memikirkan dampak apa yang akan terjadi pada masa mendatang. Kembali, ingin aku menumpahkan segala kepedihan dengan menangis, tetapi air mataku rasanya sudah kering.

PRIA KANADA--Tepat empat bulan berhubungan dengan Beni, apa yang menjadi harapanku akhirnya bisa terujud. Harta berlimpah sudah kuperoleh dan harga diriku sebagai seorang lelaki bisa kuselamatkan. Aku bukan gay seperti yang diperkirakan Beni selama ini. Apa yang kulakukan terhadapnya tidak tempat tidur tidak lebih dari sekedar bentuk balas dendamku terhadap Bang Rony. Bila kupikirkan lebih jauh lagi sebenarnya aku tidak tega, namun ini semua sudah menjadi tekadku.
Cukupkah hanya sampai di sana? Ternyata tidak. Perasaan dendam itu ternyata belum juga terbalaskan. Itu sebabnya aku kembali berkelana mencari gay-gay kaya untuk kemudian menggaet harta dan perasaan mereka seperti yang sudah kulakukan terhadap Beni.

Mungkin karena ketampanan wajahku, apa yang kuinginkan dengan cepat terujud. Kini aku berjumpa dengan seorang gay asal Kanada bernama Mark yang bekerja sebagai konsultan di sebuah perusahaan besar di bilangan Sudirman, Jakarta.

Dan hanya dalam beberapa bulan aku kembali meninggalkan Mark dalam rasa sakit hati yang dia rasakan. Aku tidak peduli, toh aku sudah mendapat apa yang kuinginkan dalam bentuk deposito yang jumlahnya bisa mencukupi hidupku, kelak. Sampai akhirnya aku tidak bisa beranjak dari dendam itu.

Berkali-kali aku berjumpa dengan jenis gay yang kuinginkan, berkali-kali pula aku berhasil menguras harta mereka dan selanjutnya beristirahat di sebuah villa di Puncak dengan Lia. Mereguk kenikmatan yang sebenarnya dengan wanita yang masih sanggup membuatku menjadi pria sejati.

Hanya satu hal yang kini bermain-main dalam pikiranku dan kadang-kadang juga membuatku khawatir. Apakah aku memang sudah menjadi gay yang sebenarnya atau apakah aku sudah terjerumus ke lembah dunia yang lebih sadis, yakni menjadi seorang biseks sejati.

*Dikisahkan Iwan di Bandung kepada Rayu




Senin, 17 Agustus 2015

Tsunami Cinta di Phuket

http://dewarajasa.blogspot.com/2013/03/saat-itu-aku-dan-firman-berada-di.html

December 25 (Hari Natal )

Aku dan BF-ku, Firman, serta teman kuliahnya, Joy yang sama sama jadi instruktur Fitnes, berangkat ke Patong Beach, di Phuket di bagian selatan Thailand selama 5 hari untuk libur, bersantai dan having fun.

Kami tiba masih agak pagi, tepat pada hari Natal, tanggal 25 desember dan langsung menuju Club One Seven, sebuah hotel tepat dipinggir pantai Patong yang sudah aku pesan sebelumnya. Pihak Hotel sudah mengaturkan penjemputan dari airport ke hotel, kami tiba.

Setelah check-in, Firman mengedipkan mata kearah Joy supaya tidak diganggu lalu menarik aku masuk.  Didalam kamar Firman berkata: “Saya kangen…!” dan langsung ‘menerkamku’, lalu dia menyalurkan keinginan yang dia bilang ’sudah ditahan dari semalam’ (malam sebelumnya kami memang sibuk nge-pak barang dan langsung tidur).  Tubuhku tersambung sempurna jadi satu dengan tubuh telanjang Firman lalu “Ooooooohhhh…..!”, dia menggiringku selama 1 jam lebih dengan permainan cintanya yang menggetarkan bathinku, dan pada puncaknya dia limpahkan sari pati kejantanan tubuh remajanya untuk menyatukan jiwa dan raganya kedalam tubuhku dan bercampur bersama aliran darahku.

Baru sekitar jam 10 pagi, kami keluar dan menyewa 2 buah motor untuk berkeliling Phuket bertiga. Kami senang sekali hari itu sehingga aku nekat mau mencoba mengendari motor, padahal sudah belasan tahun aku tidak menaiki motor) dan ternyata 2 kali aku menambrak tong sampah dan pohon sampai motor itu baret baret. Aku bilang biarlah kita bayar saja ongkos kerusakan itu dan meneruskan perjalanan siang itu untuk menjelajahi Phuket dan makan siang.   Siang harinya, aku menemui Daniel (manager hotel) untuk memesankan speed-boat untuk tour singkat ke pulau Phi Phi di sebrang Phuket. Tempat yang indah dengan pantai yang memikat.

Malam harinya kami makan diluar. Kami memilih restoran seafood dan kulihat Firman lahap menyantap udang dan kepiting!. Setelah itu kami mampir disebuah disco terbuka di pinggir pantai, bersenang senang dan dansa bertiga, cowok sama cowok, satu tinggi kurus, berkulit agak putih (aku) dan 2 pemuda tinggi kekar, berkulit sawo matang (Firman dan Joy), tapi tidak masalah, karena masyarakat Thailand amat toleran, termasuk pergaulan sejenis, selama tidak dilakukan ditempat umum.

Beberapa pria bule gay yang ada disitu jelas jelas memberi perhatian istimewa pada Firman dan Joy yang malam itu nekat berdansa bertelanjang dada. Firman dan Joy adalah dua pemuda yang sama sama tampan, mereka aktif  ikut olah raga sebagai binaragawan di kampus dan mereka bekerja paruh waktu sebagai instruktur fitness. Mereka berdua adalah para pemuda yang amat sexy dan Firman terlihat sangat tampan malam itu.

Joy sepertinya masih menikmati suasana disko itu, tapi saat Firman mengedipkan mata lagi sambil merangkul bahuku, Joy balas mengedipkan mata tanda dia mengerti keinginan Firman.. Akhinrya sedikit lewat tengah malam kami kembali ke kamar untuk tidur karena aku merasa sangat capai dan lelah (tapi well…, Firman langsung mendorongku ke kasur: ”Saya lagi kepengen....” lalu dia mengajakku bercinta dulu, yang amat lama dan melelahkan, tentu karena seafood yang Firman santap dan membakar darah mudanya. Kucoba mengimbangi untuk menyenangkan dia).

----------------------------------------------

Firman kuliah sambil bekerja di Jakarta. Keluarganya tinggal di sebuah desa kecil dekat Kuningan-Cirebon, diperbatasan antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah, yang disebut Cimanggu. Keluarga Firman tidak pernah tahu kalau dia punya pacar sesama lelaki. Mereka tidak tahu bahwa kami tinggal bersama, bahkan sudah hidup serumah selama 1½ tahun.

Sejak lahir sampai lulus SD Firman tinggal bersama orang tuanya; kemudian pada usia 12 tahun dia mulai tinggal di Pondok Pesantren selama 6 tahun, untuk sekolah Tsanawiyah, setingkatan SMP sampai dia lulus pendidikan setingkatan SMU. Sebagai seorang Santri, Firman tentu tidak mungkin memberi tahu keluarganya bahwa dia sekarang tinggal serumah dengan sesama pria. Aku sendiri seorang ’undercover’ selama 22 tahun awal pertama dari hidupku, sehingga aku dapat mengerti situasi yang dihadapi Firman.

Aku sebenarnya sudah cukup lama membicarakan keinginan untuk menemui keluarga Firman; bahkan Firman sudah setuju membuat rencana dan jadwal untuk mengunjungi mereka. Tapi beberapa hari yang lalu Firman menyampaikan 3 kata penting kepadaku: ”Saya belum siap“.

Aku sebenarnya bisa membuat keributan dan berkata, “Kamu tidak mencintai aku!“, atau kata kata bodoh lainnya, tapi aku sungguh sungguh mengerti perasaan Firman. Sebagai pemuda belia berusia 20 tahun, dia pasti sangat tertekan oleh dua kehidupan yang dia jalani bersama aku saat ini.

Selama 12 tahun bersama orang tuanya dan 6 tahun sebagai santri di Pondok Pesantren, orang tua Frman, saudara saudaranya dan para tetangga di desanya sangat membanggakan Firman dan masih ’menunggu’ Firman sampai ”jadi orang terpandang” di kota. Firman khawatir kalau mereka tahu dia punya pacar lelaki, mereka akan berubah pikiran. Tahu sendiri, remaja dari desa kecil pergi ke ibu kota dan ”dimanfaatkan oleh ____________ (isi sendiri deh). Aku membiarkan Firman tahu kekecewaanku , tapi aku juga sangat mencintai dia dan tidak bermaksud menekan untuk membuat keputusan. Aku yakn, pada saatnya siap, dia akan memberi tahu aku.

Batal pergi ke Cirebon, akhirnya aku memutuskan untuk mengajak Firman pergi berlibur merayakan tahun baru di Thailand, ke Phuket!. Phuket adalah sebuah pulau di selatan Thailand yang merupakan daerah tujuan wisata populer yang didatangi oleh wisatawan dari berbagai negara di dunia untuk berlibur. Firman mengajak seorang sahabatnya: Joy. Aku juga menyukai dia. Joy bukan pemuda gay dan sama sekali belum/tidak pernah melakukan hubungan sejenis dengan laki laki manapun. Joy seorang pria straight tapi terbuka menerima hubungan sahabatnya Firman dengan aku. Joy orang yang periang, banyak bercanda, sering membuat aku tertawa dan sangat sopan.

Aku yang pertama menawarkan Firman untuk mengajak Joy. Joy pasti mengerti kalau aku juga ingin berduaan dengan Firman selama beberapa jam setiap harinya. Joy sangat pengertian dan ”easy going” dan aku yakin dia tidak akan tersinggung.  Firman berterima kasih atas ideku mengajak Joy dan akhirnya kami akan berangkat bertiga keesokan harinya, tepat pada hari Natal, tanggal 25 Desember 2005. Kami rencana akan tinggal di Phuket 4 hari lalu pindah ke Bangkok, tinggal dengan Oom Alex, seorang pamanku yang punya sebuah apartemen disana.

-------------------------------------------------------

December 26th ( Sehari setelah hari Natal)

Masih amat pagi sekali, Firman membangunkan aku dan mengajak mandi air panas berdua (ada ada saja!) tapi dikamar mandi dia mencumbu aku, dan ya, aku tahu akhirnya Firman menyeret aku ke tempat tidur dan menggumuliku: “Tirak…, aku mau lagi…” (”Tirak” adalah ungkapan bahasa Thailand untuk ”Sayangku”), lalu dia minta bercinta lagi  (aku sudah 2 tahun kenal Firman sejak dia baru masuk kuliah pada usia 19 tahun dan sudah 1½  tahun hidup serumah dengan dia, sehingga aku mengerti dan bisa menerima setiap kali pemuda 20 tahun yang berdarah panas ini “ngotot” dan tak peduli waktu minta dilayani. Lagipula aku ada disitu untuk kesenangan dia kok).

Jam 8
Pagi itu, Firman baru selesai “ngerjain” aku dan aku masih berbaring telanjang dirangkul Firman sambil menyusupkan wajahku kedalam ketiaknya, saat kurasakan goyangan gempa!. Goncangannya AGAK RINGAN dan aku tidak memperdulikannya, Firman juga cuek, lalu aku ke kamar mandi dan segera menyuruh Firman mandi karena aku ingat sudah menyewa speed-boat jam 10.00 untuk tour ke pulau Phi Phi.

Aku pergi duluan untuk sarapan di balkok coffee shop dengan pemandangan langsung ke taman, kolam renang dan ke arah pantai. Saat itulah aku menerima SMS dari Oom Alex di Bangkok. Dia tanya apakah aku tahu ada gempa bumi skala 8.5 Richter di lepas pantai utara Sumatera?. Aku berhenti makan dan buru buru cek internet (meja reception cuma turun tangga satu lantai, di bagian basement, dibawah restoran). Aku  membaca berita mengenai gempa seperti yang kurasakan waktu di kamar, WOW!, 8,5 skala Richter, itu gempa yang besar!. Kemudian aku kembali ke Coffee shop untuk meneruskan sarapan.

Nah, pada saat kembali ke balkon coffee shop, kulihat banyak sekali tamu tamu hotel yang lain sedang berdiri dipingging jalan. Hotel kami terpisah oleh jalan dari pinggir pantai. Dan saat kuperhatikan, aku melihat pemandangan yang sangat aneh!. Lautan seperti menghilang!. Garis pantainya mundur jauh sampai 1 kilometer. Seperti lautan sedang surut, tapi SANGAT SANGAT SURUT. Kulihat beberapa orang Thailand malah berlarian kearah pasir pantai yang biasanya terrendam air laut dan mengambil ikan ikan yang bergeletakan di pantai yang sudah kering. Ada juga beberapa pasang turis bule di kursi kursi sedang berdiri memperhatikan kejadian aneh tersebut.

Dan tiba tiba entah dari mana!, air laut kembali!. Datang dari jauh dengan cepat dan berombak besar!. Saat itulah aku menyadari apa yang akan terjadi!.

Aku berlari kekamar sambil berteriak teriak membangunkan Firman dan Joy yang masih ada dikamar masing masing. Hotel kami berlantai 5 dan kamar yang kami tempati berada di ground floor, lantai bawah. Joy ada dikamarnya sendiri, sudah mandi dan ternyata sedang memandang ombak besar yang datang dari kejauhan, lalu dia mengikutiku. Aku masuk ke kamar Firman yang sedang duduk di WC dan pintunya dikunci dari dalam.

Pintu itu terbuat dari kaca buram dan Joy menggedor pintu sambil berteriak teriak pada Firman, menyuruh keluar.  Eh!, Firman malah berteriak balik karena merasa ketenangannya di WC terganggu!. Joy memang tukang bercanda dan sering iseng mengganggu orang sehingga Firman menduga Joy sedang bercanda.  Aku segera menyuruh Joy mengambil barang2 yang bisa diambil sedangkan aku memaksa Firman segera membersihakan diri dan keluar lalu kudorong dia naik kelantai atas. Pada saat itu air laut sudah mencapai halaman depan hotel dan kolam renang!. Bagian basement dan ruang reception sudah terendam air!, dan menuju arah kamar kami.

Aku berteriak pada Firman untuk mengambil tas dia dan lari keatas. “Ada apa?” tanyanya dengan kebingungan. Aku berteriak lagi: “Naik!, naik keatas ada banjir!”. Firman menyambar tas dan dompet dan aku segera mengikuti dari belakang. Dia naik satu lantai tapi aku mendorong dia: “Terus naik!, naik lagi keatas!”. Dia menuruti aku!. Dia terkejut dan terlihat schok tapi belum sepenuhnya mengerti apa yang sedang terjadi. Pada saat itu air laut sudah 1 meter tingginya ditempat kamar kami dan terus naik cepat, makin tinggi.

Kami sampai di lantai 4 dan melihat dari balkon apa yang sedang terjadi.  Sepanjang jalan kiri kaman tidak ada apapun yang terlihat kecuali pucuk pucuk pohon cemara dan air.., air..., air...!. Motor dan mobil mobil mengambang.  Kami melihat air laut terus bertambah. Tidak!, ombak itu BUKAN 10 METER tingginya, mungkin cuma 3-4 meter tapi tak berhenti dan terus menerjang disepanjang pantai Phuket.

Kami mendengar suara atap seng yang restoran sebelah yang rubuh. Kami melihat banyak kapal kapal speed-boat terjebak didalam gulungan ombak dan terdorong jauh ke daratan. Dan mendadak ombak baru datang lagi, dan masuk lebih jauh kearah daratan. Ombak yang pertama dan kedua adalah yang TERBESAR.  Setiap kali ombak mundur kembali, dia menyeret semua benda, barang, dan mahluk hidup kearah laut, lalu akan segera diikuti oleh gulungan ombak yang berikutnya, dan kembali ke arah lautan dan terus menerus, tanpa henti. 

Sekitar 1½ jam kami terjebak di balkon lantai 4 dan gulungan ombak mulai melemah dan makin jarang. Setiap kali kami berniat untuk mengambil barang barang lain atau berlari kearah jembatan dibagian perbukitan, mendadak ombak datang tanpa terduga. Kami melihat ada 4 orang yang terjebak dietempat yang “agak aman” di hotel sebelah, tapi mereka berusaha lari ke jembatan, dan ternyata ombak datang menerjang dan menyeret mereka kelaut.

Kami menunggu sampai air menyurut dan setelah 15 menit kami berlari kearah jembatan di perbukitan. Firman tidak memakai sepatu yang terbawa ombak. Aku menemukan sepasang sepatu milik di kamar orang lain yang kosong dilantai 4 ini dan “mencuri” sepatu itu untuk Firman. Ya!, betul secara teknis, aku memang “mencuri” sepatu itu dan aku bersalah! . Jalanan dipenuhi oleh pecahan kaca dan kekasihku membutuhkan sepatu!, masalahnya selesai!.

Kami berlari sekitar 1 kilometer ke arah jembatan ditempat yang lebih tinggi. Beberapa kali kami berhenti dan melihat kebelakang kearah air yang sesekali masih datang. Seorang polisi yang terlihat panik, beberapa kali berteriak menyuruh kami terus berlari. Sesampainya di jembatan kami bertemu dengan Daniel, manajer hotel yang memberi petunjuk arah pada kami. Dia berusaha mencatat nama nama tamu dan karyawan yang selamat dari becana itu. Dia tidak menemukan asisten manager dan beberapa karyawan dia yang mungkin terjebak di basement. Daniel menyarankan kami agar naik lebih tinggi ke sebuah hotel: Baan Yee Dee, dia bilang kita akan berkumpul disana. 

Aku mulai berjalan naik diikuti Firman dan Joy, tapi tak lama kemudian mereka sudah menyusulku sehingga Firman menggandeng tanganku dan harus memapahku naik makin keatas sampai ke puncak bukit, puncak yang PALING TINGGI. Dari situ kami bisa melihat kebawah, ke pantai Patong Beach and memperhatikan seluruh kejadian yang dramatis itu.

Hotel Baan Yee Dee ternyata sudah penuh orang.  Kelihatannya semua orang dari daerah pantai datang ke hotel ini. Karyawan hotel membagikan air minum kepada kami dan menunjukan jalan kearah buffet breakfast, meja sarapan yang sudah mereka persiapkan. Semua itu mereka sediakan gratis!, tanpa bayaran. Kami SANGAT menghargai kebaikan mereka!. Joy bilang dia tidak lapar, tapi Firman memaksa dia karena belum tentu mereka bisa mendapatkan makanan lagi setelah ini sehingga Joy mau makan sedikit kentang dan buah buahan.

Beberapa orang Thailand datang ke hotel dengan nasi dan lauk pauk dari rumah mereka dan membagikan pada orang orang yang berada di lobby hotel.  Aku terharu melihat mereka begitu tanpa pamrih membatu orang yang sedang membutuhkan. Orang orang Thailand memang sangat bijak, baik dan penuh hormat, tanpa perhitungan, dan sangat sopan!, paling tidak, begitulah yang selama ini aku alami dan temui.

Saat kami masih makan, Joy berkata: “Sekarang kamu tidak usah mengganti kerusakan motor yang kamu tabrak!”. Firman dan aku melihat kearah Joy dan meledak tertawa!, maksudku kami benar2 tergelak gelak tertawa seperti orang kesurupan!.. Ya, ampun masih sempat dia bercanda!. Orang orang disekitar memandang kami dan mungkin berfikir kami sudah gila gara gara musibah ini. Tapi itulah pereda-stress paling sempurna!. Joy memang punya cara yang lucu dalam bercanda!.

Aku men-cek HP dan eh!, ternyata DTAC (provider HP di Thailand) ada sinyal, sehingga aku buru buru mengirim SMS kepada Oom Alex di Bangkok dan keluargaku di Bandung lalu menyampaikan bahwa aku selamat dan baik baik saja. Mamah menjawab dan menyuruh kami segera pulang ke Jakarta.

--------------------------------

Keluargaku tahu aku berlibur di Phuket, tapi mereka tidak pernah tahu hubungan-khususku dengan Firman. Aku pertama mengenalnya saat dia baru masuk kuliah sebagai mahasiswa baru yang nyambi kerja paruh-waktu sebagai instruktur Fitness tempat aku berlatih.  Usia Firman saat itu baru 18-19 tahun, masih sangat muda belia dibanding aku yang sudah merayakan ulang tahun yang ke-24. 

Entah karena tak berpengalaman atau terlampau lugu, Firman menerima persahabatan dan ajakanku untuk jalan berdua, makan makan, nonton atau pergi clubbing ke berbagai Café, bahkan akhirnya mau kuajak menginap dirumahku di Jakarta.  Akhirnya Firman mungkin sadar alasan kedekatanku  kepada dirinya sehingga pada malam-pertama itu dia tak menolak jamahan tanganku dan mau mengimbangi keinginanku.

Terus terang, aku merasa bersalah karena menjerat seorang pemuda berumur 19 tahun yang masih polos untuk melakukan hubungan seks yang mungkin baru pertama dia lakukan semumur hidupnya, baik dengan wanita apalagi dengan aku yang sama sama berjenis kelamin lelaki.

Aku tak pernah menanyakan, apakah itu pengalaman seks pertama dia, dengan  pria atau wanita. Yang jelas, Firman gemetar  dan dia terlihat canggung seolah olah, sama sekali tak tahu apa yang harus dilakukan dalam hubungan seperti itu, tapi malam itu Firman menyerahkan semua yang dia miliki untukku.
.   
Aku sungguh tak menduga!, walau masih sangat muda belia, Firman punya kelebihan ukuran dan tenaga yang tak dimiliki oleh laki laki lain dan ternyata dia terlahir sebagai seorang pejantan yang amat tangguh..Dan mungkin itulah yang membuatku menyerah sampai bertekuk lutut pada malam pertama dan aku langsung lengket pada Firman.

6 bulan setelah itu Firman setuju saat kuajak untuk hidup besamaku lalu tinggal serumah, dan melakukan hubungan seperti suami istri setiap malam.

--------------------------------------

Kami bersitirahat disitu sekitar 1 jam atau lebih dan setelah itu Firman mengajak aku dan Joy untuk ikut bersama beberapa turis bule yang berani, keluar dari hotel dan turun kebawah, untuk malihat keadaan dan mencoba membantu semampu kami. Disitu kami dengar bahwa Pulau Phi Phi yang tadinya akan kami kunjungi, diterpa ombak yang lebih dahsyat.

Saat kami berjalan turun, aku lihat orang orang masih berlarian kearah bukit.  Orang orang yang naik motor, berjalan di jalur yang salah dan semuanya kearah yang sama. Situasinya tak terkendali dan sangat panic. Aku tidak tahu kenapa mereka begitu panik. Mungkin karena barusan ada kabar bahwa akan ada terjangan ombak susulan. Aku bilang pada Firman sebaiknya kita kembali ke atas tapi Firman bilang: “Tidak apa apa!, jangan takut!, AKU AKAN MENJAGA KAMU” lalu dia bilang lagi “KAMU TERLALU KHAWATIR!”.  Wah!, kata kata dia yang terakhir menonjok ke ulu hatiku!.

Selama ini Firman memang sering bilang bahwa aku sering terlalu khawatir, dan katanya dia kuanggap tidak pedulian.  Tapi kali ini ternyata Firman betul!, TIDAK terjadi ombak susulan. Aku cuma terlalu khawatir.

Berjalan dalam genggaman tangan Firman, yang terlihat didepan mata kami adalah musibah manusia yang amat dahsyat dan mencekam!. Tubuh manusia berseerakan dalam keadaan menggenaskan, rumah, hotel, mobil, motor dan bangunan hancur diterpa gelombang. Entaah berapa banyak manusia dan mahluk hidup lainnya yang terseret ombak dan ternggelam di lautan. Teriakan minta tolong dan jeritan kesakitan orang orang yang terluka membuat kami bingung siapa yang harus didahulukan. Tapi dalam situasi itu, kebangsaan, agama, derajat dan warna kulit, bersatu padu membantu orang orang yang membutuhkan.

Tidak terasa, entah berapa lama kami membantu mengangkat orang orang yang terluka kedalam ambulans atau kendaraan apapun yang tersedia, memberi minum pada yang kehausan. Rasa capai dan lelah, tersedot oleh kengerian yang harus dialami orang orang lain. Kami lebih sehat, kami lebih kuat dan kami lebih mampu membantu mereka. Hanya itu yang dapat kami lakukan. Kami tidak dapat meredakan kesedihan dan tangisan orang orang yang kehilangan.

Tangis pilu, jeritan, rintihan dan doa terus bergaung disekitar kami. Rasanya semua yang kami lakukan tidak ada hasilnya karena masih begitu banyak orang yang membutuhkan bantuan dan terus berdatangan sedangkan tenaga kami mulai terkuras sampai akhirnya sekitar jam 19.00 aku bilang pada Firman untuk beristirahat terlebih dahulu, lalu pergi ke hotel Nipa Villa yang juga terletak di perbukitan dan berbaring dekat sofa di lobby, langsung tertidur pulas. Sementara Firman dan Joy masih dibawah bersama orang orang lain yang sedang membantu semampu mereka.

-------------------------------------------

Entah berapa lama aku terlelap tidur sampai akhirnya Firman membangunkan aku: ”Tirak..., bangun..., kamu harus lihat ini”. Aku bangun dan melihat jumlah orang, motor, mobil meningkat secara drastis. Ambulans datang silih beganti mengangkut orang orang yang terluka dan jenazah yang meninggal. Astaga!, ternyata kejadian ini amat monumental dan tak akan mampu ditangani oleh kami bertiga, atau penduduk Phuket saja, atau bahkan oleh negara Thailand sendiri. Bantuan seluruh dunia diperlukan.

Saat itu terfikir untuk segera pulang tapi semua pesawat dari Bangkok penuh dan hanya ada satu tempat dipesawat..
Firman dan Joy mau ditinggal dan merasa tenaga mereka dibutuhkan. Kedua mahasiswa idealis yang sering berlatih naik turun gunung dan olah raga arus-liar itu terpanggil!.
Tapi Firman menyuruhku pulang duluan ke tanah air. Aku menolak!.  Tak mungkin pulang sendiri dan meninggalkan Firman.

Bencana ini bukan hanya gempa atau Tsunami, tetapi kekuarangan bahan makanan dan minuman bersih, ditambah penyakit kolera, disentri, diare dan bahkan malaria, mulai merajalela, mencari mangsa. Aku mengkhawatirkan Firman dan Joy.

Firman meraih bahuku: ”Aku justru khawatir terjadi sesuatu pada kamu disini, aku takut kehilangan kamu, aku menyayangi kamu”  katanya terdengar begitu dewasa padahal dia berumur jauh lebih muda dariku.  Lalu dia berkata lagi: ”Pulanglah.. !, aku dan Joy akan menyusul pulang setelah tahun baru”

---------------------------------------

27 Desember
Sepanjang hari ini, kami pergi ke rumah sakit yang berjarak cuma 1 kilometer meter dari pantai, tapi terletak sekitar 700 meter diatas bukit curam yang tinggi. Kami membantu mengangkat para korban dari ambulans kedalam rumah sakit.  Dengan pengetahuan P2K seadanya, kami bertiga mencoba membantu para korban selamat yang terluka dan menyerahkan pada para dokter untuk ditangani lebih lanjut.

Kami melupakan makan pagi dan hanya sempat makan siang sedikit yang disediakan oleh masyarakat Thailand di Phuket lalu kami kembali bekerja sampai malam hari tiba dan kami beruntung bisa mandi dari sumur jernih dibelakang rumah sakit. Membersihkan tubuh dan pakaian dari kotoran dan noda darah.

Setelah mendapat jatah sepotong Roti, kami bertiga meringkuk di pojok teras dan ingin segera berisirahat. Tak ada keinginan bicara, bahkan Joy yang biasanya cerita, tak terdengar bercanda. Tragedi yang amat masive ini membuat kami membisu.

Aku merapatkan badanku ke Firman dan berlindung didadanya yang bidang sambil menyembunyikan wajahku didalam ketiaknya!. Dekapannya yang kokoh dan aroma keringat di ketiak Firman yang berbau khas, tercium pekat di hidungku, membuatku tergiur oleh kelaki lakian Firman. Aku membuka kancing kancing kemeja Firman dan menyusupkan tanganku ke dadanya yang agak berbulu.

Firman tahu persis gelagat sikapku yang seperti itu, dan biasanya dia akan menuruti keinginanku, tapi dia justru menahan tanganku: ”Tirak...., jangan malam ini sayang...!”

Ya!, betapa bodohnya aku!, betapa rendahnya!. Kenapa ditengah kesengsaraan manusia yang sedahsyat ini aku masih menginginkan kelelakian Firman?. Aku sungguh merasa tak bermoral...!.  Aku sangat malu.

-----------------------------

Memang begitulah!. Aku memang sudah terlanjur jadi sangat ketergantungan oleh kejantanan Firman, sepeti malam ini. Keterlaluan!, aku bisa sampai lupa diri seperti ini!.

Hidup serumah dengan Firman ternyata membawa konsekwensi tersendiri bagiku karena sebagai seorang laki laki remaja berumur 20 tahun yang jantan dan sehat sempurna Firman perlu menyalurkan kebutuhan biologisnya secara rutin, sehingga sasarannya, aku yang harus melayani darah mudanya, bahkan sampai 2-3 kali setiap harinya.

Sehari hari kami menjalani kehidupan biasa yang wajar seperti pria normal lainnya; dan diluaran Firman tetap bersikap sopan dan menghormatiku sebagai orang yang lebih dewasa, akan tetapi dibalik pintu rumah yang tertutup, sikapnya berubah bagai seekor harimau buas yang siap menerkam mangsa yang tak berdaya dan mencabik cabik tubuhku dengan taringnya yang besar.

Secara fisik, tubuhku mungkin sudah tidak sempurna sebagai lelaki sejati akibat terlampau sering ”dipakai” oleh Firman, dan aku jadi sangat ketergantungan oleh kejantanan dirinya.  Tapi aku rela, pasrah dan bahagia karena merasa dibutuhkan oleh laki laki yang kupuja. Dan Firman bukan pemuda egois!, karena dia selalu memastikan agar aku juga mendapatkan kesenangan dan kepuasan bathin yang dia berikan. Manakala tubuhku mulai menggelepar gelepar bagai seekor ikan yang sekarat dan terlonjak dalam puncak klimaks, barulah giliran dia menyempurnakan proses persenggamaannya dan memuntahkan benih benih manusia kedalam tubuhku.

Tapi bukan hanya seks yang kami lakukan, kami juga saling mengisi, membantu, menyemangati dan menjalani kehidupan yang senyata nyatanya. Aku mencintai Firman karena dia seorang muslim yang saleh, tak sekalipun dia meninggalkan sholat 5 waktu yang selalu diakhiri dengan sujud taubat. Dia berumur 5 tahun jauh lebih muda dariku, tapi aku tetap menganggap dan menghormati dia sebagai seorang manusia dewasa. Tak sekalipun aku pernah atau ingin berpaling dari dia. Aku mencintai dia setulusnya dan ingin hidup bersama dia.

-----------------------------------

Akhirnya tanggal 28 Desember aku memutuskan, OK, sudah waktunya aku pulang. Aku pulang lewat Phang Nga, ke Bangkok dan terbang ke Jakarta.

Entah apa yang menungguku disana!.

Siapa tahu ada yang bisa kubantu disana, di negriku sendiri!.

Kutinggalkan Firman dan Joy berdua.
Belum 1 jam penerbangan di pesawat, bayangan wajah Firman tak pernah lepas dari pikiranku. Senyum dan gelak tawanya menemani perjalananku, membuatku menggigil. Ya...!, hubunganku dengan Firman sudah terlampau jauh dan terlampau dalam.

---------------------------------------

Tapi hari ini, 4 Januari 2005, sudah 6 hari kutinggalkan Firman!.

Malam tahun baru sudah lewat 4 hari dan belum ada kabar berita dari Firman.
Hubungan komunikasi sama sekali terputus.

Siang hari, aku memang mudah melupakan bayangan Firman karena aku sendiri sibuk melibatkan diri bersama kelompok yayasan yang melakukan pengiriman bantuan bagi para korban di Aceh. 
Tapi malam hari aku kembali merindukan Firman.

Firman bilang dia akan kembali setelah malam tahun baru.

Kenapa dia belum menghubungi aku...?, kapan dia pulang...?,

Kemana Firman-ku.....,Tirak-ku...!.


Pengalaman Seks Bersama Om Gua


Nama saya Dimas dan sekarang saya berumur 16 tahun. Saya tinggal di rumah Om saya di Bandung dan sekolah di salah satu SMA swasta di kota itu. Saya tinggal dirumah Om karena saya mau ngelanjutin kuliah di Bandung, dan sekalian belajar mandiri. Karena meskipun saya tinggal di rumah Om saya, saya tetep harus mengatur semua kebutuhan saya sendiri, termasuk nyuci baju beresin kamar dll, karena di rumah Om saya gak ada pembantu. Om saya tinggal berdua sama istrinya. Om saya namanya Agung dan dia sekarang berumur 32 tahun, sementara istrinya tante Indah berumur 30 tahun, mereka belum punya anak. Om Agung kerja di sebuah event orginazer sedangkan tante Indah kerja di sebuah bank swasta. Saya sadar kalo saya punya ketertarikan terhadap sesama jenis sejak smp, tapi saya gak pernah melakukan apapun yang berhubungan dengan hubungan badan sampai akhirnya saya jebak Om saya sendiri.

Sebagai anak sma saya punya ketertarikan yang tinggi terhadap segala yang berbau seks, kayak nonton film bokep baca majalah porno, liat situs-situs porno dll. Dan saya juga cukup sering baca atau nonton film porno yang berbau hOmo. Tapi saya juga suka cerita ataupun film yang straight karena menurut saya lebih menggairahkan ngebayangin saya jadi cewek di adegan-adegan hot itu.

Di mata orang lain mungkin saya termasuk anak yang alim dan pendiam, karena emang saya gak suka terlalu banyak bergaul, selain itu juga saya termasuk murid yang pinter di sekolah jadi saya terlihat seperti anak baik-baik. Biasanya sehabis pulang sekolah saya langsung pulang kerumah Om saya. Tapi orang-orang gak tau kalo saya punya hasrat sex yang menggebu-gebu dan sedikit nakal. Hamper setiap hari saya coli sambil ngebayangin cowok-cowok ganteng yang saya suka. Gak jarang juga saya ngebayangin ml sama Om saya yang emang ganteng, badannya bagus, tinggi, berotot, kulitnya putih, rambutnya cepak, dan punya kumis dan jenggot yang selalu tipis karena sering di shave.

Saya paling suka nonton film bokep, dan saya juga sering ngelakuinnya di rumah. Abis nonton biasanya saya langsung coli dan saya melakukan itu dengan rutin. Saya biasanya nonton dvd bokep di kamar saya pake laptop yang Om Agung beliin buat saya. Sebenernya saya gak pernah beli dvd bokep di manapun ataupun minta atau minjem dvd bokep dari orang lain. Karena dimata temen-temen saya, saya anak yang alim jadi mungkin mereka segan juga nawarin saya baran-barang begituan. Tapi saya punya sumber lain yang sangat bias di andalkan buat saya memuaskan hobi saya nonton bokep. Sumber itu adalah kamar Om saya. Saya sering menggeledah kamr Om saya buat nyari film-film bokep koleksinya dan beberapa majalah serta barang-barang yang berhubungan dengan seks. Saya biasa ngelakuinnya sepulang sekolah waktu Om sama tante saya belum pulang kerumah. Saya biasanya ngambil dvd bokep dari laci Om saya, trus saya tonton di kamar saya. Saya biasanya baru balikin tuh dvd besoknya atau beberapa hari setelahnya. Di dalam diri saya yang alim, saya punya jiwa yang liar karena saya sering ngebayangin gimana serunya kalo ada orang lain terutama cowok, mergokin saya lagi coli. Mungkin bisa dibilang sedikit ekshibisionis. Sampai satu hari saya berniat ngejebak Om saya.

Waktu itu tante indah ada tugas di luar kota selama tiga hari dari kamis sampe sabtu, jadi di rumah cuma ada saya dan Om saya. Seperti biasa hari kamis saya pulang dari sekolah sekitar jam 2 siang, dan seperti biasa di rumah belum ada siapa-siapa. Hari itu libido saya lagi tinggi, jadi saya putusin buat nyari film bokep di kamar Om saya, karena emang kamar Om saya gak pernah dikunci. Saya mulai nyari di laci kamar Om saya tanpa takut ketauan karena Om saya biasanya baru pulang paling cepet jam 5 kalo dia kerja. Tapi Om saya juga sering ada di rumah karena emnag kerjaannya gak mengharuskan dia kerja setiap hari. Akhirnya saya nemuin sebuah film bokep baru, film bule. Dan akhirnya saya nonton di kamar saya. Libido saya yang tinggi dan hasrat eksibisionis saya bikin saya punya ide nakal ngerjain Om saya. Saya berencana mau coli di depan Om saya. Rencana itu saya jalanin hari ini juga. Sekitar jam 5 saya denger suara mobil Om saya dateng, dan itu berarti sekarang waktunya saya ngerjain Om saya. Saya langsung ambil dvd bokep yang tadi saya ambil dari kmaar Om saya, trus saya pasang di laptop yang emang dari tadi udah saya nyalain, saya ngelakuin itu secepat kilat biar wwaktu Om saya lewat kamar saya, dia liat saya lagi nonton film itu, karena sebelum ke kamar Om saya, jalan satu-satunya adalah ngelewatin depan kamar saya. Saya sengaja gak tutup pintu biar Om saya bisa leluasa mergokin saya lagi coli. Begitu film nyala saya langsung buka celana saya dan coli di depan laptop saya sambil posisi berdiri.

Saya denger pintu rumah dibuka dan saya mulai pura-pura mendesah-desah sambil ngocok perkakas saya. Waktu saya denger langkah kaki naek ke tangga saya makin horny dan tegang menunggu apa yang bakalan terjadi, saya harap Om saya mergokin saya coli dan dia negur saya. Gak lama kemudian waktu saya lagi asik ngocok perkakas saya sambil nonton film bokep, tiba-tiba ada suara yang negur saya “Lagi ngapain mas?” suara Om saya. Saya pura-pura kaget dan langsung narik boxer saya keatas. “Eeehh, ngak Om, ngak lagi ngapa-ngapain” kata saya pura-pura gak bersalah. “Wah parah kamu, kalo mau coli pintunya ditutup dong” kata Om saya. “ngak kok Om aku gak lagi coli” bantah saya. “alah udah jangan pura-pura. Anak muda kayak kamu wajar kok coli begitu, Om juga dulu gitu” katanya. “Oh..iya Om, maaf” kata saya. “Ngapain minta maaf” kata Om saya. “Eh, ngak kenapa-kenapa Om” kata saya.

Sesaat Om saya mau pergi ke kamarnya, tapi dia tiba-tiba berenti dan berdiri lagi di depan pintu saya sambil melirik ke laptop saya yang lagi muterin film bokep punya Om saya. Om saya masuk kamar saya, dan liat ke laptop saya “Ini film dari mana Dim?” dia nanya. Saya jawab aja “Eh..itu..dari..” belOm selesai saya jawab, dia langsung motong “Oh jadi kamu yang selama ini suka ngambil film-film Om”. “Eh iya Om maaf” jawab saya. “Oh.. ya ngak apa-apa sih sebenernya. Tapi kalo mau minjem kamu bilang aja, gak usah sembunyi-sembunyi, toh kamu udah gede jadi gak akan Om larang. “eh iya, makasih Om”, kata saya. Setelah itu Om saya pergi ke kamarnya. Dan saya langsung nutup pintu kamar saya. Perasaan saya waktu itu seneng bukan kepalang, saya berhasil coli dan ketauan Om saya. Mungkin ini namanya kepuasan eksibisionis.

Nerusin cerita di hari kamis tadi, besoknya saya berencana mincing Om saya negur saya lagi. Hari jum’at biasanya Om gak pergi kerja dan Cuma diem di rumah. Bener aja, waktu saya lagi mau turun ke lantai bawah, saya liat Om saya udah baca koran di teras belakang. Saya balik lagi ke kamar Om saya dan merencanakan sesuatu yang lain. Saya buka semua baju saya, dan sekarang saya cuma pake boxer doang, saya kocok-kocok perkakas saya biar tegang. Dan setelah itu saya turun ke bawah. Saya langsung ke teras belakang pura-pura mau olahraga kecil di taman belakang. Saya pura-pura cuek sama Om saya yang ada disitu, sampai dia nyapa saya “Pagi Dim”, “Pagi Om” kata saya, saya nunggu Om saya kOmentar soal outfit saya yang setengah telanjang dan perkakas saya yang lagi tegang. “Burung kamu tegang tuh Dim” kata Om saya. Yess.. kena sasaran. “eh iya Om, biasa lah pagi-pagi, mana dingin lagi udaranya” saya bilang. “Emang kalo pagi Om gak tegang ya?” Tanya saya. “ya kadang-kadang, terutama kalo tante kamu itu lagi keluar kota, jadi semaleman gak ada yang nemenin” jawab Om saya. Saya Cuma nyengir-nyengir aja denger jawaban Om saya.

Padahal kalo mau, saya bisa gantiin tante saya layanin Om, pikir saya. “Om punya film bagus gak” Tanya saya. “Film apa?”, “ya film bokep yang bagus” jawab saya. “Ada tuh di kamar” kata Om saya. “Boleh pinjem gak Om?” Tanya saya, “ya boleh aja” kata Om saya. “kita nonton bareng aja Dim, Om juga lagi pengen nonton nih” kata Om saya. Denger tawaran kayak gitu saya seneng bukan kepalang. “Ya udah, kamu tunggu, Om ambil filmnya dulu diatas”, “ok Om” jawab saya. “Om nontonnya di ruang TV aja ya” kata saya. Om saya Cuma ngangguk terus pergi ke atas. Saya punya rencana bagus, saya bakal jebak Om saya pake obat perangsang yang saya beli mingu kemaren. Saya naek ke kamar saya dan ambil obat itu terus saya masukin ke saku saya. Om Agung mulai nyalain dvd-nya dan saya duduk di sofa sebelahan sama Om Agung. Setelah beberapa lama, saya tanya Om Agung “Om mau diambilin minum gak”, “boleh Dim” kata Om saya. Saya langsung peri ke dapur dan ngambil dua kaleng minuman soda, yang satu saya masukin obat perangsang. Saya balik ke ruang TV, dan Om Agung masih asik nonton filmnya. “ini Om minumnya”, saya kasih minuman itu ke Om Agung, dan dia langsung minum mungkin sekitar setengahnya.

Selama menunggu rekasi obatnya saya tegang banget, dan ngebayangin apa yang bakal saya lakuin kalo Om saya udah terangsang. Gak lama kemudian saya liat Om saya gelisah, dan keringetan. Om Agung ngebuka kaos yang dia pake. Saya ngeliat pemandangan bagus banget, badan Om Agung bagus banget dan berotot, mirip sama pemeran film bokep yang lagi kita tonton. Gak lama kemudian Om Agung nurunin celananya dan mulai coli tanpa menghiraukan saya, rupanya dia udah sangat terangsang sampai-sampai lupa kalo dia gak sendiri disitu. Saya liat perkakas Om Agung gede panjang banget walaupun gak terlalu gede diameternya, tapi seksi banget. Saya ngebayangin perkakas Om Agung nusuk-nusuk pantat saya pasti nikmat banget. Saya juga makin terangsang liat Om Agung coli, saya udah gak kuat pengen ngisep perkakasnya Om Agung. Saya mulai ngedeketin Om Agung dan saya pijitin bahunya, Om Agung diem aja sambil terus coli dan nonton filmnya.

Dia juga cuek waktu saya jongkok di depan dia. Gak tahan lagi saya saya langsung serobot perkakasnya Om Agung dan ngemut, ngisep dan nyedot perkakasnya dengan buas. Om Agung kaget, tapi dia Cuma bilang “ngapain kamu Dim?” tanpa berusaha ngelepasin perkakasnya dari mulut saya. Saya gak jawab dan terus aja maenin perkakas Om saya. Lama-lama saya rasa tangan Om saya neken-neken kepala saya dan perkakasnya semakin dalam di mulut saya, rupanya dia menikmati apa yang saya lakuin. Dia terus mendesah-desah keenakan dan ngOmongnya juga udah mulai kacau. Saya jadi makin semangat. Beberapa lama kemudian desahan Om saya semakin menjadi dan dia goyang-goyangin pinggangnya maju mundur. Gak lama kemudian saya ngerasa perkakas Om saya berkedut-kedut dan menyemburlah sperma Om saya di mulut saya, sekitar 8 tembakan sperma nyembur dimulut saya langsung saya telan. Rasanya enak banget. Saya terus sedot perkakas Om saya sampe spermanya bener-bener abis.

Dan Om saya cuma menggelinjang dan mendesah-desah keenakan. Setelah itu Om saya keliatan lemes dan langsung ketiduran di sofa. Sementara saya puas banget minum sperma dan nyepong perkakas Om saya. Saya rasa jebakan saya berhasil. Dan saya terus coli di depan Om saya yang udah lelap tidur di sofa sampai saya muncrat dan sperma saya berceceran di muka Om saya. Setelah itu saya duduk di samping Om saya, saya meluk badan dia dan saya tidur. Mungkin waktu Om saya bangun dia bakal kaget, dan bingung apa yang udah terjadi. Hehehehe. Saya berencana ngejebak Om saya lagi laen kali. Tapi sekarang saya mau tidur dulu sambil meluk badan Om saya yang anget banget. Rasanya nyaman banget.

Ngocok Perkakas Teman



Perkenalkan namaku Jefri, aku seorang abg, pelajar salah satu SMA negeri di Kota Yogyakarta. Umurku 16 tahun. Perawakanku tinggi 175 cm dengan berat badan 60 cm. Kesimpulannya, aku seorang cowok tinggi, tubuhku standar tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk. Wajahku lumayan tampan, didukung oleh warna kulitku yang putih bersih, bahkan banyak orang mengatakan bahwa aku seperti warga keturuna cina, padahal orang tuaku orang jawa.
Memang, aku masih mempunyai keturunan darah orang cina, dari ngkong dan nenekku yang memang cina. Meskipun aku dikaruniani fisik yang lumayan, namun tidak membuatku percaya diri, bahkan aku sering merasa rendah diri sehingga pergaulanku pun tidak terlalu luas, hanya memiliki beberapa teman akrab saja.
Aku mempunyai teman-teman kumpul di daerahku, sebut saja ada Andi, Adi, Jack, dan Rony. Kami begitu akrab karena mempunyai kesamaan hoby yakni olahraga. Disamping itu rumah kamipun berdekatan, semula aku tinggal di rumah nenekku satu rw dengan mereka sejak kecil hingga aku mulai beranjak kelas 3 SMP dan orang tuaku membeli rumah yang berjarak 1 km dari rumah nenekku. Sejak saat itulah, kami pindah ke rumah yang baru. Meskipun jarak rumahku dengan rekan-rekanku tidak sedekat dulu, kami masih sering bermain bersama, karena aku lebih sering menghabiskan hariku di rumah nenekku yang notabene tinggal sendirian di rumah tersebut.
Hubungan persahabatan kami sangat akrab, mereka teman masa kecil hingga sampai kami bersekolah. Kami berlima bahkan pernah bersekolah di SD yang sama di kampung halaman kami. Hanya aku saja yang pada akhirnya terpencar ke sekolah lain ketika aku masuk SMP dan SMA karena nilai prestasiku lebih unggul ketimpang keempat temanku yang lain. Kalau empat temanku itu, mereka dari TK sampai dengan SMA tetap satu atap sekolah meskipun kelas mereka pun berbeda-beda. Yang jelas, kegiatan kami sering dilakukan secara bersama-sama.
Suatu malam, tepatnya malam minggu, seperti biasa kami nongkrong bersama, karena kami semua masih pada jOmblo belum berpacaran dengan cewek manapun. Malam minggu kali ini, aku hanya menghabiskan waktu bersama mereka sampai pukul 10 malam. Biasanya, ketika malam minggu, aku selalu tidur di rumah nenekku, namun kali ini aku harus pulang karena kedua orang tuaku sedang ada acara keluarga di luar kota.
"hey... aku cabut dulu ya! dah malam nih...!" kataku akan mengakhiri perjumpaanku dengan teman-teman.
"Ngapain buru-buru pulang? belum juga jam sepuluh! kayak perawan aja lu!" jawab Andi.
"Iya nih, tidak seru ah...! biasanya kan kita sampe larut...!apalagi ntar ada pertandingan bola, AC Milan vs Real Madrid! kita tunggu aja ntar sampe bolanya main!" sahut Rony.
"setuju...!ntar kita nonton bola bareng aja di rumahku, sambil begadang! kita aruhan aja gimana? yang kalah harus traktir kita besok!" tandas Jack.
"he em... biasaja kan kamu tidur di rumah nenekmu kan? ngapain juga balik ke rumah?lagian besok libur...! tambah Adi.
"waduh...waduh...! begini lho, bukanya aku tidak mau begadang, tapi rumahku lagi kosong! tidak ada penghuninya, babe dan mamiku pergi ke luar kota! besok sore paling mereka baru pulang" jawabku seraya mengambil kunci motor dari saku dan beranjak menaikki motorku.
"tunggu-tunggu... gimana kalau kita pindah tongkrongan aja ke rumahnya Jefri? kita nonton bolanya di sana aja! skalian nginep, trus besok paginya kan kita ada acara mo renang bareng?" Andi mengusulkan ke temen-temen yang lain.
"wah...! boleh tuh...! iya bener gitu aja, daripada satu pulang, yang lain ntar juga pada ikut pulang!" jawab temen-temen yang lain.
"gimana Jef?" tanya Adi.
"okelah...! aku sih tidak masalah, ya udah kita cabut sekarang aja yok...! tidak enak ma tetangga rumahku, aku tidak terlalu akrab dengan mereka soalnya!" jawabku sekenanya.
Setelah terjadi kesepakatan, kami pun beranjak mengambil motor masing-masing dan menuju ke rumahku. Aku segera menyiapkan karpet lebar buat kami berlima tidur di ruang keluarga tepat di depan televisi. Makanan dan minuman pun segera aku suguhkan sembari kami ngobrol ke sana ke mari menunggu pertandingan bola malam ini mulai.
Tiba-tiba Jack memberi usul "eh...bolanya ntar main jam 1 ya?wah ini masih jam 11 tuh, bete juga nunggu kelamaan, gimana kalau kita nonton bokep aja?
"Hah....! boleh-boleh tuh...! tapi.... kita tidak punya kasetnya!" jawab Rony.
"Tenang... sebentar!" Jack menjawab sambil berdiri menuju ke motornya yang tengah di parkir di depan rumahku, membuka jok motor dan mengeluarkan bungkusan plastik berwarna hitam dan menunjukkannya kepada kami.

"Nah...! ini dia...!" kata Jack sambil membuka bungkusan itu yang ternyata isinya adalah sejumlah kaset bokep lengkap dengan sampul gambarnya yang hot.

"Cerdas....! memang untuk urusan bokep ria, Jack jagonya!" kata Andy.

Aku masih tidak mengerti, sempat-sempatnya Jack membawa kaset bokep, dan darimana dia dapat semua itu? dasar anak itu, memang ada-ada saja, paling jago tentang yang berbau porno.

Aku pun segera mengunci pagar rumah, pintu depan, serta menutup jendela dan gordinnya agak rencana nonton bokep barena kami tidak diketahui orang lain. Aku siapkan VCD yang ada di bawah TV dan kami pun mulai menonton film. Satu judul film mulai kami putar sembari aku mematikan lampu ruang tengah agar lebih redup. Satu persatu, kami menempatkan diri masing-masing, berselonjor di atas karpet hangat yang telah aku siapkan tadi, tiduran dengan bantal dan guling seadanya, sambil menonton bokep yang sedang diputar.

Nonton bola bareng telah berganti dengan nonton bokep bareng, bahkan seakan kami terbius oleh nuansa erotis yang ditampilkan oleh para aktor dan artis dalam film tersebut. Hingga pukul 1 lewat, kami masih belum bergeming untuk menggantinya dengan chanel TV siaran pertandingan bola.

Jam sudah menunjukkan pukul 2 malam, lambat laun satu persatu teman-teman mulai mengantuk. Aku melirik ke arah Rony, ia sudah mulai menguap dan siap-siap tidur, sementara si Jack, sang pencetus ide nonton bokep bareng malahan telah tertidur dengan pulasnya. Di sebelah bawahku, dekat kakiku yang aku selonjorkan, ada Andy yang telah melipat kedua tangannya dan mulai memejamkan mata. Singkat waktu, mereka telah tertidur pulas, bahkan mataku rasanya juga sudah mulai mengantuk, sementara VCD masih memutar kaset bokep. Hanya tinggal Adi yang sedang berbaring, memelototi setiap gerakan-gerakan bercinta para pemain film. Nampaknya ia masih sangat betah untuk hal itu.

"Kamu belum ngantuk di?" tanyaku spontan. "Belum Jef, masih pengen nonton nih!" jawabnya singkat.
"ya udah, aku tidur dulu ya, udah ngantuk. Ntar kalau udah selesai dimatiin aja VCD dan tvnya" jawabku seraya menata bantal dan bersiap tidur.
"iya, nyante aja!beres deh!" kata Adi yang beranjak dari pembaringannya, menuju VCD dan mengganti kaset yang telah hampir habis diputar.

Selang beberapa saat, aku terjaga dari tidurku, melihat TV yang masih menyala. Ku tengok Adi masih terjaga dan senantiasa menonton filmnya. Namun ada yang sedikit berbeda dari sebelumnya. Adi tidak hanya menonton TV, ia juga melakukan gerakan mengelus-elus batang kemaluannya yang terbungkus celana. Sesekali ku lirik lagi, ia masih saja mengelus-elusnya, bahkan terkadang, ia memasukkan tangannya ke celana dalamnya dan melakukan onani di dalam celana.... Gairahku semakin terpancing ketika melihat aksi-aksi seks di film yang tengah diputar bersamaan dengan aksi Adi yang tengah memegang-megang perkakas dalam celananya. Tak tahan aku melihatnya, akhirnya aku mememutuskan untuk

Tak tahan melihatnya, akhirnya aku putuskan untuk mulai memberanikan diri mendekatkan tangan kananku ke arah selangkangannya. Mula-mula di pahanya, aku merayap sampai tinggal sejengkal dari gundukan dalam celana Adi. Aku berhenti sejenak, melirik ke arah Adi yang tidak menunjukkan respon apapun. Aku kembali merayapi selangkangannya hingga yes..... tepat di atas tonjolan itu.
Aku berhasil memegang batangnya sekalipun dari luar celana. Aku menghentikan aksi untuk yang kedua kali, sembari melihat reaksi yang akan dikeluarkan Adi. Hmmm...! setengah ragu-ragu aku akan melanjutkan aksiku, Adi nampak diam saja, terus melihat tontonan bokep yang ada di televisi. Jantungku deg-degan, antara takut namun penasaran untuk melanjutkan aksiku.
Setelah tiada reaksi apapun, aku dengan halus mulai mengelus-elus gundukan itu, merabanya, terkadang menekan-nekannya. Mencoba memancing gairahnya untuk semakin naik hingga aku berharap, Adi tidak akan tahan dan segera memberiku kesempatan untuk memuaskannya. Perasaanku sedikit lega, ketika melihat reaksi Adi nampaknya menikmati elusan jari-jariku di atas perkakasnya yang masih terbungkus. Aku merasakan dengan jelas, perkakasnya berdenyut,semakin kencang ketika ku raba.
"Ach... biarin aja kalau dia akan marah-marah! dan tidak terima apa yang aku lakukan" pikirku dalam hati. Langsung saja aku memberanikan diri untuk membuka resleting celananya perlahan. Dan....!
Tersentak kaget aku melihat reaksi Adi, mempermulus jalanku menuju sasaran, ia melepaskan kancing celana jeans nya, seolah mempersilahkan aku untuk meneruskan kerjaku.
WelcOme...! sambutan yang cool namun mengisyaratkan banyak makna itu, aku sambut dengan kegembiraan, segera aku susupkan tanganku ke dalam celananya. Aku terus meraba-raba senjata satu-satunya milik Adi. Aku rasakan tonjolan yang begitu kelas, disertai dengan sedikit basah pertanda precume yang membekas di celana dalamnya. Semakin lama aksiku semakin lincah, aku semakin tak kuasa menahan birahiku sendiri, sementara Adi merem melek merasakan setiap usapan tanganku.
Segera ku buka celana dalamnya, aku keluarkan batangnya dari sarang yang telah menghimpitnya, dan.... Plup....! wow... begitu elok dipandang. Sebuah batang tegak lurus, dihiasi guratan bekas sunat dengan batangnya menjulur, penuh urat darah yang membuat semakin besar. Aku berusaha terus mengeluarkan perkakasnya, ia pun membantuku dengan memelorotkan sedikit celana dan celana dalamnya, sehingga tampak dengan penuh batang kemaluannya dari pangkal hingga ujung. Rambut-rambut halus hitam keriting menyertai batang perkakasnya. Dengan gagah berani seraya siap bertempur, menembak sasaran di medan laga!....
Aku memainkan benda tumpul itu, mengocoknya ke atas kebawah, Adi kelonjotan tak terkira ketika kemaluannya aku permainkan. Terkadang aku percepat gerakanku hingga Adi mendesah, terkadang pula aku melambat, merelekskan gerakannya, supaya ia mampu menghela nafas, menikmati lembutnya setiap gerakan yang aku buat. Birahiku semakin melonjak, melihat perkakas yang terus menegang di depan mataku, mendengarkan setiap desahan kenikmatan yang Adi keluarkan. Aku mulai mendekatkan tubuhku, tepatnya mendekatkan mukaku ke perkakasnya. Tercium dengan jelas di hidungku, bau khas lelaki, kejantanan yang tiada tara. Aku mulai menjilati pucuk batangnya, menikmati precume yang terasa asin dan bau anyir. dan sluuuuuup.... tenggelam sudah perkakas Adi dalam mulutku. Ku mainkan mulutku untuk mengocoknya, sesekali menyedotnya, memberi sensasi tersendiri di setiap kenikmatan Adi. Terkadang aku menjilati batangnya hingga ke buah pelirnya.
"oooooooooh..... aaaaaaaaah!" desah Adi tak mampu memejamkan maupun membuka matanya. Bahkan terkadan ia dengan sengaja membelai kepalaku, memegangnya lalu menekannya ke arah dimana perkakasnya dapat masuk lebih dalam ke mulutku. Seakan tenggorokanku penuh, segera aku melakukan gaya tolak, supaya aku tidak muntak dibuatnya.
Aku terus melakukan oral sex untuk senjata Adi, tanpa mempedulikan di sisiku ada teman-temanku yang sedang tertidur. Tanpa peduli apa yang harus aku lakukan jika mereka terjaga dari tidurnya dan mengetahui apa yang aku lakukan dengan Adi. Nampaknya Adi pun sama sekali tidak mempedulikan, atau bahkan khawatir dengan hal itu. "Oh yes.....! hmmmmmm!" desahan Adi terus menikmati sedotan demi sedotan mulutku. Hingga... setelah sekian lama, ia semakin menekan-nekan kepalaku untuk terus menyedot dan memasukkan batangnya lebih dalam dan.... crooooooooot..... crooooooooooooot.... croooooooooooot tembakan bertubi-tubi kurasakan dalam kerongkonganku, disertai dengan lelehan cairan putih yang memenuhi mulutku dan hampir membuatku tersedak. Adi tak mempedulikan itu, ia terus saja menyodok mulutku, dengan tanpa sengaja pun, sebagian maninya tertelan olehku, sebagian lagi keluar dari sela-sela mulutku. "Oooooooooooooh!!!" lengkuhnya sambil melepaskan tekanan tangannya di kepalaku, dan tidur tergeletak melepas lelah.
Aku pun segera menuntaskan pekerjaanku, mengusap sisa-sisa sperma yang masih menempel di perkakasnya, kemudian membersihkan diri di kamar mandi. Selang kemudian, aku kembali ke ruang tengah, nampak Adi telah berbenah diri dan segera gantian menuju ke kamar mandi. Aku kembali rebahan di atas karpet itu, beberapa saat kemudian Adi muncul dari balik kamar mandi, segera ambil posisi tidur di sebelahku dan hanya berucap "Thanks ya!" langsung kami tidur.
Pagi harinya, kami pun bangun. Sudah nampak ramai sekali suara teman-teman yang tengah ngobrol sambil minum kopi hangat yang entah kapan mereka buat! aku melihat Adi pun juga sudah duduk sambil menonton TV, ketika aku bangun dan melihatnya, seolah-olah ia cuek terhadap apa yang telah terjadi semalam. Pagi itu pun, sesuai dengan rencana, kami pun bersiap-siap dan berangkat menuju kolam renang bersama. Kami berenang dan bermain bersama, Adi pun bercanda dengan aku dan teman-teman seperti biasa, tidak pernah membahas kejadian yang begitu nikmat malam tadi. Namun, ada yang sedikit berbeda, ketika kami bermain di kolam renang yang terhitung ramai, karena hari minggu banyak pengunjungnya, ia sering mendekat ke arahku, entah sengaja atau pun tidak, ia sering menggesekkan perkakasnya ke bokongku ketika aku berbalik arah, dan itu tidak terjadi sekali, namun hampir sepanjang hari itu hingga kami selesai berenang, hal itu terus dilakukan Adi. Hemmm nampanya ia sangat ketagihan dengan servisku semalam... "sabar ya di!" batinku

Di dalam kolam renang itu, kegilaan Adi semakin meningkat. Ia terus mendekatiku kemanapun aku berenang. Dan setiap kami berdekatan, ia terus melakukan hal yang sama, menempelkan gundungan dalam celananya ke daerah bokongku, terkadang di dekat pinggulku.
Namun, ia begitu lincah melakukannya, seakan setiap kejadian dibuat tanpa ada unsur kesengajaan. Mungkin karena kondisi kolam yang cukup ramai, jadi tidak ada yang memperhatikan kelakuannya. Jujur saja, birahiku semakin terpancing dibuatnya, aku terus membayangkan sebuah batang kemaluan yang sedap dipandang dan sedap disedot, tegak lurus menjulang ke langit, perkasa dan begitu jantan dimiliki oleh teman karibku, Adi.
Sementara itu, Andi dan rekan-rekan yang lain tengah sibuk bermain air, bola yang sudah dipersiapkan dari rumahku, kini dibuat mainan kami. Setelah sekian lama kami berenang di kolam, aku berniat mengakhirinya terlebih dahulu.
"oi... aku udahan dulu ya.... mo ke kamar mandi!" teriakku pada teman-teman yang tengah asyk main bola di kolam. Badanku terasa capek sehabis mainan air berjam-jam lamanya, aku melangkahkan kakiku ke kamar mandi sambil membawa tas dan handuk berisi pakaian ganti. Uh.... untungnya kamar mandi di area cowok sedang sepi, jadi tidak perlu mengantri, aku langsung masuk aja ke kamar mandi sebelah pojok. Segera aku nyalakan kran air, mencopot celana renang dan celana dalamku dan membasuhnya dengan air bersih. Aku melihat perkakasku sudah tegang sejak tadi, gara-gara terpancing oleh aksi yang dilakukan Adi. Setiap mengingat kejadian semalam dan baru saja yang ia lakukan, aku merasa bergairah untuk melampiaskan nasfuku. Akhirnya, aku putuskan untuk melampiaskannya di dalam kamar mandi. Aku ambil sabun yang telah ku persiapkan dari rumah, ku lumurkan ke bagian terlarangku, dengan tangan kananku, aku mulai membangkitkan gairahku, mengocok penis yang telah tegang sejak tadi dan membayangkan betapa nikmatnya bercinta.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh ketokan pintu kamar mandi dari luar, "siapa?" tanyaku...
"Aku... cepet bukain pintu!" kata seseorang di balik pintu, dan nampaknya suaranya begitu familiar di telingaku. Aku pun bergegas membukakan pintu kamar mandi sedikut, mengintip dari celah pintu karena aku masih telanjang bulat. Huft.... mengganggu saja!" gumamku dalam hati sambil membuka pintu.

Tersentak aku melihatnya, sesosok tubuh atletis ada di depan pintu kamar mandi yang aku gunakan, badan bersih dengan mengenakan celana seksi khas untuk perenang cowok. Ku lihat dari ujung kakinya hingga ke atas dan....! hah Adi....!"

Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, ia langsung menerobos pintu yang aku buka sedikit, kemudian menguncinya, segera ia memelorotkan celana renangnya, dan perkakasnya yang perkasa itu kini terbebas dari sarang. Ia mulai mendekapku, menggesek-gesekkan perkakasnya ke tubuhku, dibaliknya cepat tubuhku hingga ia berhadapan dengan punggungku, dicepitkan perkakasnya ke sela bokongko, dan menggesekkan ke atas bawah sambil memegang pinggangku. "Oh....!" nikmat...!" kata pertama yang keluar dari mulut Adi setelah kami berdua berada di dalam satu kamar mandi.

Gemericik air membuyarkan desahan Adi yang semakin meronta keenakan. Terkadang aku takut ada yang akan mendengarnya di luar dan mencurigai kami tengah melakukan hubungan intim. Adi tetap mendesah-desah dan terus menggesekkan perkakasnya.... Sekarang ia mulai berani memegang perkakasku yang juga tengah berdiri keras...! mengocoknya dengan tangan kanannya, sambil meraba-raba perut dan dadaku dengan tangan kirinya. Hingga sampai ia meremas-remas dan sesekali mencubit puting susuku. Oh.....! yes.....!

Kami terus melampiaskan birahi kami. Adi tetap tidak mengubah posisinya setelah 15 menit berlalu. goyangannya meskipun tidak nge-fuck, tetap yahud dan begitu membakar gelora nafsuku. Ia semakin mempercepat gerakannya, ketika suara ramai terdengar dari balik kamar mandi. Nampaknya ada orang masuk ke area kamar mandi cowok...! ah... itu mungkin Andi dan teman-teman yang lain... pikirku dalam hati.

Adi nampaknya juga memiliki kecurigaan sama denganku. Ia terus mempercepat gerakan gesekan mautnya di sela bokongku. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhku dan menekan pundakku seraya memberiku isyarat untuk segera jongkok. Tanpa rasa malu, aku langsung mengerti apa maunya, aku jongkok di depan perkakasnya, mengulumnya dan mengocoknya dengan cepat, menanti hasil kenikmatan yang sesaat akan aku terima.

"oooooooh!aaaaaaaah!!!!!!!!!!!!! crooooooooooooot.... croooooooooooot crooooooooooot crooooooooooooot! keluarlah air maninya di bibirku, mengenai mukaku dan sebagian meleleh di dadaku.....
"argh......! hmmmmmmmmmm!" erangnya ketika mencapai punca kenikmatan. Ia berdiri sambil menegakkan kepala, memejamkan mata, menikmati puncak klimaks yang baru ia rasakan. Aku segera mengerti apa yang harus ku tuntaskan, segera aku menjulurkan lidahku, menjilati setiap tetesan sperma yang masih tersisa, dan beberapa kali mengulumnya untuk memberi paket finishing yang ia harapkan.

Aku pun segera mengambil gayung untuk membilas tubuhnya dan tubuhku, namun secepat kilat, Adi mendekatiku, mengocok perkakasku sambil berdiri..... Dengan cepat dan karena aku sudah birahi sejak tadi... achhhhhhhhhh!!!! cairan kenikmatanku keluar juga.... croooooooot..... crooooooooooot mengenai dinding kamar mandi, berceceran di lantai, dan sebagian mengenai tangan kanan Adi.
"Achhhhhhhhh..... lengkuhku panjang sambil memeluk Adi yang tengah berdiri.
"Thanks ya!" kataku mengucapkan terima kasih buat Adi, rekan dan mitra seks ku sejak malam itu, di kolam renang, hingga kini.